Skip to main content

Seharusnya Jangan Lupa Terus

Jangan salahkan oranglain atas ketidak-mengertian mereka terhadap sesuatu yang kamu ingin mereka mengerti. Karena mereka, seperti halnya aku, adalah manusia yang hanya dapat melihat apa yang nampak  dan mendengar apa yang terucap, bukan yang tersembunyi didalam hati..

Aku seharusnya mengerti kalau tugasku hanyalah berbuat baik tanpa memikirkan balasan seperti apa yang akan ku dapatkan. Yang seharusnya kulakukan adalah tetap cuek pada sikap orang dan fokus pada perbaikan sikap diri sendiri yang masih jauh dari kurang. Aku juga sering melakukan kesalahan demi kesalahan, namun mengapa begitu sedih rasanya saat dikecewakan?

Seharusnya sudah sejak lama aku paham kalau niat baik tak akan selalu mendapatkan balasan yang baik. Namun semakin aku memikirkannya, rasanya aku seperti terlalu berharap pada balasan orang. Dan memang begitu adanya.

Maafkan aku Tuhan,.

Aku lupa kalau sebagai manusia yang harus kulakukan adalah hanya berusaha menjadi baik, setidaknya untuk diriku sendiri. Aku lupa kalau balasan orang apapun bentuknya tak lagi penting, karena ridho-Mu melebihi segala yang sangat aku harapkan.

Maafkan lupaku ini, Tuhan...

Maafkan ketidak-baikan sikapku yang membuat mereka membenciku. Aku hanya sedang memperbaiki diri, maka bantu aku untuk tak semakin menyakiti hati mereka dengan kebodohanku..

Maafkan lupa ku pada apa yang seharusnya menjadi kewajibanku, tanpa melulu menghitung-hitung hak yang seharusnya ku dapatkan.

Maafkan hati yang tak peka ini.

Aku tau Kaulah yang Maha pemaaf, sedalam apa maaf ini berteriak dalam hatiku pun hanya Kaulah yang maha mengetahui, maka maafkanlah aku Tuhan...


Comments

  1. masih nulis naz,,
    semangat terus....

    ReplyDelete
  2. Iyya Sa,, nulis buat iseng2 aja.hehe.. km gmn? don't stop writing! smangat ^^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memeras ai