Skip to main content

Ingatan



Tentu, masih ada malam untuk ku berbaring
Untukku sejenak melerai penat yang memelukku erat
Sejenak mengusap peluh yang tak henti-henti meluruh
Sejenak membasuh kaki yang lelah mendaki hari-hari

Bayang-bayangmu, bilakah kau menghilang dari benakku?
Mata yang terpejam ini kian nyata melihatmu dalam gelap
Kian pekat gelap merapat, kian erat pesonamu menjerat

Dengan mata terbuka bayangmu mewujud tubuh yang lama tak ku sentuh,
Mencipta debar yang utuh
Mengunci tiap aksara dari bibir yang biasanya lantang bersuara
Bisu, lidahku kelu karenamu

ingatanku tentangmu, bilakah ia kan sirna?
Beberapa malam berlalu dengan kepenatan yang sama
Kantuk yang t'lah lama kulupakan
Kantuk yang selalu ku sisihkan demi mantra yang ku rapal untuk mengutuk ingatan yang tak jua beranjak dari ruang sadarku,
Ingatan tentangmu

Tak pernah terfikir olehku bahwa mencintaimu akan begini menyakitkan..
Sejenak saat kau ada, aku mengeja kata-perkata agar kalimatku selalu sempurna untuk kau dengarkan
Dengan segenap keterbatasanku aku (mencoba) mencipta kesempurnaan seperti yang kau mau
Dan aku gagal!
Karena aku manusia..

Dan kau manusia sama sepertiku,
Yang menginginkan kesempurnaan
Dan mengesampingkan cinta yang mula-mula menjadikan kita satu

Dan kau memilih pergi,
ketika kusadari cinta tak sesederhana saat kau ada
Memang segalanya terasa lebih sulit saat kau tiada,
Namun aku merasa untuk pertama kalinya,
Bahwa ketiadaanmu membuatku sempurna dengan keterbatasan yang ku punya..


Comments

  1. Kta2 yg bguz binaz
    "Smpurna dg kterbatasn yg ku punya"
    Kl0 aq bljar
    "bebas dg kterbatasn yg mngelilingi"

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memeras ai