Skip to main content

Piring-Piring Kaca


Ibarat sebuah piring kaca yang retak, aku kini tengah berada diantara setumpukan piring-piring kaca lain yang nyaris sempurna. Kehadiranku tenyata melukai piring diatasku, dibawahku. Dan piring diatasku melukai kedua sisi diatas dan dibawahnya, dan begitu seterusnya.
Semua luka itu berawal dariku bukan?
Aku tak berdaya untuk memisahkan diri dari tumpukan kesempurnaan itu. Apakah mereka pikir luka ditubuh mereka yang ku beri tak juga melukaiku? Aku tak pernah tau luka siapa yang lebih dalam. Aku tak pernah bisa menerka luka siapa yang lebih sakit dari luka siapa, namun yang ku rasakan jauh melebihi kesakitan dari batas yang mampu kurasakan.
Ingin pergi, tapi kemana?
Ingin menghilang, memangnya bisa?
Pada akhirnya yang dapat ku lakukan hanyalah pasrah. Diam ditempat, tepat diantara tumpukan piring kaca yang nyaris sempurna di atas dan di bawahku. Aku hanya sebuah piring kaca yang retak. Kehadiranku hanya memberi luka. Hanya menggores kesempurnaan piring lainnya.
Kepada Sang pemilik piring-piring ini aku memohon.
Pada awalnya ku mohon pada-Nya untuk menyingkirkanku dari tumpukan piring lainnya. Rasa lelah dipersalahkan membuatku tak lagi betah berdiam diri lebih lama. Rasa letih menanggung perih tak lagi membuat mataku berair, menangisi sedih yang menguasai dada. Namun Dia tak menjawab do’aku, mungkin belum.. mungkin belum saatnya.
Kemudian aku memohon pada-Nya agar segera memperbaiki keretakanku. Lelah sudah aku memikul rasa was-was karena takut melukai piring lainnya lebih dalam lagi. Penat sudah kepalaku memutar otak memikirkan cara untuk menghindari luka-luka baru yang sewaktu-waktu dapat ku ciptakan lagi. Aku hanyalah piring bodoh yang berulang kali membuat kesalahan yang sama. Namun Dia masih belum menjawab permintaanku jua. Mungkin belum....mungkin masih belum waktunya.
Hingga pada akhirnya aku benar-benar t’lah sampai pada batas dayaku, aku memohon lagi pada-Nya. Namun kali ini yang ku pinta bukan untukku sendiri, melainkan untuk mereka. Aku memohon pada Sang pemilik jiwa-jiwa yang bersemayam pada piring-piring yang mendekati sempurna itu, agar dikuatkan hatinya. Agar tak mudah terluka oleh goresanku. Agar tak ada lagi luka baru yang disebabkan oleh kebodohanku. Agar aku tak menjadi satu-satunya piring retak yang menghantui kesempurnaan mereka. Agar mereka bisa menerimaku apa-adanya.
Pada suatu malam yang terasa lebih dingin dari biasanya aku mengiba lagi pada-Nya,
”Wahai Sang Pemilik piring-piring kaca,  damaikan kami dalam setumpuk takdir yang t’lah Kau susun rapi ini. Jangan pisahkan kami karena luka. Jangan hancurkan kami karena aku yang tak sempurna. Jadikan kami kuat menjadi seutuh tumpukan piring yang selalu siap untuk mewadahi jiwa-jiwa kami yang saling mencinta”

Sebut saja aku (nama sebenarnya)

Bali, 2013

Comments

  1. wahai Tuhan yang nyata bening-Mu mengalahkan kaca,
    beristirahatlah melukis nestapa hamba didunia.
    siapkan saja daftar pahala kami di syurga,
    atas duka-duka yang kami balas dengan tawa,
    atas luka-luka yang kami senyumi bahagia,
    siapkan pula cinta, berlipat dua-tiga-atau lima..

    dengarlah Tuhan yang mencipta Retak, aku lelah berteriak, tega kah Kau biarkanku mati serak.

    (komentar dari temanku Yessiana...thank you jess)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...