Skip to main content

tik...tok..tik..tok..


Aku membayangkan jarakku denganmu hanya sebentang dua angka pada jam dinding tua yang tergantung lemas dikamarku.
Hanya 60 detik yang kuhitung berkali-lipatnya saat kau tak disini.
Hanya 60 detik namun kau tak terasa dekat, pun tak terasa jauh.
Aku hanya merasa jarak kita tumbuh semakin jauh saat kita tak bersama.
Seiring pucuk-pucuk rindu yang bermekaran sampai kembali berguguran, rinduku tak kunjung terpuaskan dengan hanya sekali-dua kali sapaan.
60 detik ini tak pernah terasa singkat untukku, jika ku berpikir tentangmu.
60 detik ini pula yang membuat jiwaku sekarat karena memanggil namamu dan kau tak dengarkan aku, tak pernah dengarkan aku.
60 detik bukan hanya jarak sebentang 2 angka antara kau dan aku, namun lebih dari itu.
Aku membenci waktu yang semakin mendewasakan jarak hati kita
Aku benci menunggumu selama 60 detik yang begitu jauh dari realita
Aku menginginkanmu sejauh 60 detik jarak kita

Namun kau semakin menjauh, jauh lebih jauh dari sekedar detik kesatu yang kuhitung perlahan sampai 60 detikmu, detikku, detik-detik kematian cinta kita...

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memeras ai