Anak itu selalu melambaikan tangannya setiap saat aku melintas dijalan itu. Dia selalu berdiri dibawah pohon asem yang ukuran batangnya cukup besar sehingga dua orang dewasa masih tak akan cukup untuk memeluknya. Pohon asem itu adalah pohon terbesar di kampung kami. Disana juga menjadi satu-satunya tempat paling sejuk diantara ladang disektiranya yang menjadi gersang di musim kemarau ini. Namun anehnya, orangtuaku tidak pernah mengijinkanku bermain disana. Jangankan untuk bermain, berteduh dibawah pohon itu saja tidak boleh. Sore itu Ibu meminta tolong padaku untuk ke warung membeli beberapa lilin, untuk berjaga-jaga kalau malam nanti listrik akan padam lagi seperti kemarin. Tanpa pikir panjang aku pun segera mengiyakan perintah Ibuku. “Jangan lama-lama ya sayang, sebentar lagi adzan maghrib” pesan ibu dari ambang pintu saat aku beranjak pergi. Beberapa meter dari warung tempatku membeli lilin, aku melihat anak itu melambai-lambai ke arahku. Kali ini lambaian tangan
~Dari Kata Turun Ke Hati~