Skip to main content

Pinangan


Malam ini aku akan meminang kekasihku. Telah berjam-jam kuhabiskan waktuku hanya untuk mematut diri didepan cermin buram, bercahayakan temaram lampu minyak yang tergantung lemas pada dinding anyaman bambu.
Cintaku terlalu kuat untuk dikalahkan kesederhanaan hidupku. Aku tak punya apapun untuk kuberikan padamu. Sekalipun kau takkan pernah kenyang kuberi makan cinta, namun setidaknya cinta ini jua yang akan menopang langkahku untuk mengais butir-demi butir beras untuk kau masak nanti.
Aku meminangmu dengan modal keyakinan bahwa dengan menikahimu maka rezeki Tuhan akan terbuka untuk kita. Maka jangan berkecil hati sayang, jangan resah.. Tuhan tak pernah ingkar janji jika IA merasa mampu untuk menyanggupi. . .

Comments

  1. Gak mauu.. kdepannya hidup ga ckup dgn itu lg,.akan ada saat cinta cm akan jd pelengkap aja :P

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memeras ai