Skip to main content

The (best) Book I never Wrote



Tiap saat berhadapan dengan kertas kosong yang masih putih bersih, saya sadar kalau membangun dunia itu tidak semudah meludah. Bukan dunia beserta isinya, tapi dunia khayal saya sendiri. Kalau kata pepatah China, perjalanan sejauh 1000 mil harus dimulai dengan langkah pertama. Nah, masalahnya disini saya selalu kesulitan untuk memulai langkah pertama tersebut.

Saat ini saya dalam proses menulis sebuah novel. Dan jujur saja, selama hampir dua bulan ini proses tersebut masih saja stuck di prosentase terkecil, yaitu sebanyak 2% saja. Ide sudah ada, tema pun sudah terpikirkan sejak jauh-jauh hari. Tokoh? Tentu saja itu hal pertama yang terpikir sejak awal saya berniat untuk menulis novel ini. Begitupun dengan syarat-syarat penulisan novel lainnya, hampir semuanya sudah saya lengkapi, kecuali satu hal saja: saya bingung mau mulai bercerita dari mana!

Tapi biar bagaimanapun juga, saya sangat menikmati setiap proses ini. Keinginan untuk merealisasikan khayalan saya dalam sebuah novel telah memancing semangat saya untuk belajar lebih dan lebih banyak lagi. Setiap berhasil mencatat hal baru, saya merasa saya harus menemukan lebih banyak lagi. 

Mulai dari melakukan survey sana-sini tentang setting yang akan saya pakai, sampai melakukan pendalaman internal dengan tokoh ciptaan saya sendiri. Singkatnya, walaupun saya yang menciptakan semua tokoh tersebut, tapi saya merasa saya harus lebih mengenal mereka secara pribadi. Tentu masing-masing dari mereka memiliki sifat dan karakter yang berbeda kan? Itulah mengapa saya belajar sangat keras untuk melihat dan mengamati karakter setiap orang yang pernah saya temui. Siapa tau ada salah-satu yang cocok untuk dipasangkan dengan tokoh ciptaan saya.

Selama proses penulisan novel ini, saya menjelma menjadi tomcat. Loncat dari satu blog, ke blog yang lain. Menyelam di satu artikel menuju entah berapa banyak artikel lain yang telah saya baca. lalu apakah saya merasa lelah? Tidak. Saya justru merasa senang, sekaligus merasa tertantang.

Anggapan bahwa saya adalah penulis yang baik seketika patah saat dalam proses ‘pencarian’ itu saya menemukan orang-orang yang dengan imajinasi brilliant mereka mampu menciptakan dunia khayal versi mereka masing-masing. Disatu sisi tentu saja saya merasa minder, namun disisi lain saya tidak bohong kalau saya merasa sangat termotivasi oleh mereka. Seandainya mereka tau, tulisan yang mereka anggap sederhana itu nyatanya telah mampu membangkitkan harapan menulis saya yang sering loyo seperti nutrijel kebanyakan air.

Baiklah. Mulai sekarang saya akan berdamai dengan diri saya sendiri dulu. Novel ini memang keras kepala, sama seperti saya. Oleh karena itu salah satu dari kami harus mau mengalah. Dan dalam hal ini saya lah yang akan mengalah, saya akan belajar lebih banyak lagi. Saya telah siap untuk merasakan jatuh, karena saya juga telah siap untuk belajar berdiri lagi. Saya juga siap untuk stuck lagi dalam proses ini, karena saya telah menyiapkan diri untuk menggali lebih dalam lagi untuk mencari apa yang seharusnya saya cari.

Saya harap blank page ini tidak lagi menjadi mantra pembeku jari-jari saya untuk kedepannya. Karena bekal untuk membangun dunia dalam kepala saya sedang saya kumpulkan satu-persatu. Dan saya yakin, suatu saat nanti kalian akan melihat, dunia seperti apa yang sedang saya perjuangkan ini.

Insha Allah.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...