Skip to main content

Bu,



Aku ingat hari itu, ibu mengenakan baju berwarna biru memandangku dengan matanya yang sayu, namun saat ku balas tatapannya Ia memalingkan muka, menepis butir air yang mengintip disudut matanya.

Aku tau Ia menangis, namun Ia tak mampu membedakan apakah itu tangis sedih atau bahagianya. Begitupun aku.

Kami berdua pun menangis tanpa alasan yang pasti.
Apakah untuk menangis kami butuh alasan? Tidak. Atau,. alasan itu sebenarnya ada namun kami tak tau harus menamainya apa.

Mungkin kelak aku akan dapat menjabarkan tangisan itu dalam tulisan. Nanti, saat puteri kesayanganku hendak dinikahi orang. Nanti, saat jurang perpisahan dengan puteriku menganga curam diantara kami. Dan nanti, saat aku harus ikhlas melepas puteriku kedalam pelukan lelaki yang berjanji untuk menjaganya sampai mati dalam suka maupun duka, walaupun aku masih merasa tak akan ada yang dapat mencintai puteriku dengan segala kelebihan dan kekurangannya sedalam aku mencintainya.
Nanti aku akan merasakan itu semua, dan aku, begitupun kalian akan dapat memahami tangisan kami ini, tangisan ibuku..

Kami akan berpisah.. adakah yang lebih pahit dari rasanya berpisah dengan seseorang yang paling kau harapkan selalu ada dekat denganmu? Rahangku mengeras saat memikirkan ibu akan kehilangan teman memasaknya, orang yang setiap sore menemaninya duduk mengobrol sambil mendengarkan radio tuanya, dan seorang yang saat sakit tak akan mau tidur sendirian melainkan dengannya. Aku merasakan ngilu yang sangat pada ulu hatiku saat kebersamaan itu akan terhalang oleh jauhnya jarak yang membentang diantara kami.
Lalu ibu berkata padaku dengan lembut saat itu,

“nak, jika kamu telah menikah nanti.. kamu bukanlah milik ibu lagi, melainkan milik suamimu. Taati semua keinginannya selama itu masih ada dijalan yang baik, karena ridho Allah ada pada ridho suamimu. Ikuti dia kemanapun dia mengajakmu pergi dan tinggal. Meskipun kamu harus berada jauh dari ibu, pergilah dengan tetap mencintai ibu dan jangan sekalipun kamu membencinya untuk itu. Allah telah menjanjikan Surga untuk isteri yang patuh terhadap suaminya…

Saat kamu jauh nanti, sering-seringlah telepon ibumu ini nak.. ibu tau kamu akan baik-baik saja dengannya dan dengan Allah yang selalu menjagamu, namun tetap saja ibu ingin mendengar suaramu. Pergilah, dan berbahagialah anakku.. ibu telah merelakanmu, karena seberapa jauhpun raga ini berpisah, do’a ibu akan selalu memelukmu..’’

Aku pun menikah. Dan aku menangis, dengan satu alasan yang pasti… aku bahagia.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...