Skip to main content

La Tahzan!



Duhai gaduh suara-suara di kepala, tenanglah sejenak
Biarkan tenang mendekap hati yang sedari tadi meledak-ledak
 Aku ingin mendengar hening do’aku sendiri
Meski ku tau Tuhan pastilah tidak tuli, tapi biarkan hening ini kian bening
Untuk ku perdengarkan do’aku yang paling do’a pada-Nya

Duhai diri yang kerap dirasuk amarah
Wajahmu memerah, darah
Tak terlihat lagi senyummu itu, yang ramah
Duduklah disampingku dan mari kita bicara
Pejamkan mata, dan biarkan detak jantungmu seirama tarikan nafasmu yang memburu
Pejamkan matamu dalam-dalam dan jumpai kegelapan itu begitu terangnya
Lihat, kemarahanmu itu bukanlah apa-apa melainkan kerugian yang maha rugi

Duhai diri, ladang segala ilmu yang Ia tanam
Tumbuhkanlah keyakinan bahwa aku tak pernah sendirian
Buat ia merimbun rindang hingga tak lagi ada kesepian dalam diri ini bersemayam
Buahkan keyakinan yang manis rasanya, hingga tak kurasakan lagi pahitnya keragu-raguan
Lapangkan dada seluas samudera dan angkasa raya,
Hingga dapat ku kepakkan sayapku dan bebas berkelana dalam semesta yang menyajikan berjuta alasan untukku semakin dan semakin jatuh cinta pada-Nya,

Duhai diri,
Mencintai adalah perkara mempercayakan hati
Pada sesuatu yang semestinya melebihi kemampuanmu dalam menjaganya
Maka kamulah satu-satunya yang mengetahui, diatas tangan siapa hatimu akan baik-baik saja.

La Tahzan, Robbuna ma’ana~

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...