Skip to main content

You don’t have to be Muslim to care about Gaza & Palestine… you Just Need to be HUMAN

Untuk mereka yang berkata “PR Negara kita masih banyak, untuk apa memikirkan perang di Negara lain?” atau yang berkata, “mengapa Palestine tak menyerah saja? Toh, tak ada gunanya lagi melawan kekuatan besar itu..”

Iya, mereka benar. Tak ada yang salah dari apa yang mereka ucapkan. Tak ada yang salah karena mereka tak turut merasakan kepedihan saat melihat manusia lain nun jauh disana porak poranda tubuhnya dihantam roket dan berondong peluru…
Tak ada yang salah saat mereka berkata demikian, karena mereka tak merasakan kehilangan sepedih kehilangan yang dirasakan saudara-saudari kami di Gaza sana. Mereka tak perlu merasakan ketakutan sewaktu-waktu rumah dan tubuh-tubuh mereka akan rubuh diratakan buldozer. Atau bayangan kematian yang mengintai disetiap desing pesawat yang lalu-lalang dilangit yang semestinya biru terang seperti langit diatas mereka.

Mungkin, mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri sehingga tak semenit pun mereka punya waktu luang untuk sekedar membayangkan, membayangkan bagaimana rasanya berdiri diatas kaki saudara-saudari kami di Gaza sana..
Ataukah mata dan hati mereka telah benar-benar tertutup untuk melihat tragedy kemanusiaan yang jelas terjadi di belahan bumi yang tak sedang mereka jejaki itu?

Tahukah mereka, di Gaza sana ada seorang Ayah yang tak sempat mencegah peluru menembus dada puterinya, Shadr, yang berusia empat tahun? Dan sesaat kemudian ketika sang Ayah hendak memeluk jasad puterinya tersebut, sekelompok anjing pelacak milik Israel telah menerkam tubuh kecil itu.. mencabiknya, dan tentara-tentara tersebut diam seolah sengaja mengokang senjata mereka ke dada gadis kecil itu hanya untuk memberi makan anjing-anjing mereka yang kelaparan…

Aku yakin mereka pun tak tahu, kalau Ayah itu hanya satu dari ribuan ayah malang lainnya yang tak sempat mengecup putera-puteri mereka sebelum bom dan hujan peluru mengoyak tubuh-tubuh mungil yang seharusnya masih berkesempatan untuk bermain lebih lama tersebut.

Tuhan… atas dasar pemikiran apa mereka dapat berkata seperti itu dengan ringan dan tanpa beban? Benarkah mereka manusia? Benarkah hati mereka telah begitu kerasnya untuk tak dapat merasakan sedikit saja kesedihan seperti yang dirasakan manusia-manusia tak berdosa di Gaza sana?
Sungguh.. tak ada peperangan yang tak menyebabkan kerugian. Dalam hal ini, baik pihak Israel maupun Palestine pastinya telah mengalami banyak kerugian dan kehilangan. Tak hanya materi, juga nyawa dari orang-orang yang mereka kasihi. Namun, penting juga bagi kita untuk mengetahui sebab muasal terjadinya peperangan ini..

Tentang siapa yang menyerang dan siapa yang diserang. Tentang siapa yang merebut tanah milik siapa. Tentang siapa yang seharusnya benar dan siapa yang seharusnya paling patut untuk dipersalahkan atas semua ini.
Benarkah mereka telah benar-benar mengetahui semua itu? Benarkah telah benar-benar mereka pahami yang sebenarnya terjadi hingga ringan mulut mereka berucap ketidak-perdulian hina seperti itu?

Baiklah.. tak mengapa jika ada sebagian dari kita yang masih berpikiran sempit seperti itu. Toh, saudara-saudari kami di Gaza sana tak butuh dikasihani.. hal yang mereka butuhkan adalah do’a dan do’a yang tulus dari kita semua. Itupun jika kita masih manusia… itupun jika kita masih memiliki sisi kemanusiaan dalam diri kita. Dan kalaupun do'a juga simpati tak mampu kita beri, semoga dengan diam dan tak berkata yang menyakitkan hati sudah lebih dari cukup yang dapat kita lakukan untuk mereka.

Semoga nurani kita tak buta untuk dapat membedakan mana yang hitam dan mana yang putih diatas kertas peperangan ini.
Mengutip kalimat dari seorang bocah Gaza, “The rockets may be above us, but THEY have forgotten  Allah is above them.

Subhanallah…  Radhitu Billahi Rabba, wabil Islaami Dina..wabi Muhammadin Nabiya wa Rosula.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...