Skip to main content

tentang yang datang dan meninggalkan



Ada yang bergegas pergi meninggalkan, dan ada yang diam-diam mengintip melalui celah retakan dikejauhan. Sedangkan aku, kamu dan mereka belum paham tentang apa-apa yang harus kita lakukan. Siapa suruh malam begitu cepat datang? Sedang belum ada yang merasa sanggup menutup mulut-mulut pemabuk yang meracau tak karuan. Mereka memaki dibawah mantra alcohol yang membius kesadaran, dengan ringan dan tanpa bersalah, menuding langit yang katanya sakral: langit yang sama yang mereka percayai dimana Tuhan berada.

Waktu dan kematian layaknya sepasang sandal yang melekat ditelapak kaki. Yang kita pakai kemana-mana, selalu ada didekat kita. Lihatlah betapa cepat waktu menua dan kita masih tak menyadari entah dari sudut mana kematian tengah mengintai kita. Menanti waktu dan ia bersepakat untuk membawa kita kepada langit yang dicaci oleh pemabuk yang kerap melolong sumbang dimalam hari.

Udara begitu pekat oleh warna-warna, menciprati sebagian kemeja mereka yang pada pagi harinya disetrika hingga rapi sedemikian rupa. Mereka merayap disepanjang tubuh kota, membuatnya penuh berlumur warna. Nafas yang mereka hirup berwarna,  langkah mereka berjejak warna, gaji mereka berwarna dan bahkan suara mereka berwarna. Namun anehnya, saat mati warna-warana itu pergi begitu saja.. membuat tubuh mereka pucat.

Aku, kamu pun mungkin begitu saat mati nanti.

Lalu waktu masih bergegas dan aku, kamu juga mereka belum menyadari kapan datangnya giliran kita. Untuk pulang. Kau tau? Aku tidak tau. Tuhan selalu begitu, penuh rahasia dan membuat kita bertanya-tanya. Hingga tiba-tiba waktu terhenti disuatu hari yang tak disangka-sangka. Menggenggam erat tangan kematian yang telah bersiap membawa kita. 
Entah kemana.

Mana sempat kita merasa bingung? Mengingat dan menyesali apa yang telah dan belum kita lakukan, atau apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya ditinggalkan, atau memprioritaskan yang patut didahulukan dan mengabaikan apa-apa yang membawa kesia-siaan. Pada detik lengan kematian menggamit lengan kita yang seketika pias, kita akan paham…bahwa sejak semula waktu memang tak pernah mau menunggu. 

Dan kematian, adalah sebuah rahasia yang hanya akan kita ketahui pada saatnya.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...