Ada yang
bergegas pergi meninggalkan, dan ada yang diam-diam mengintip melalui celah
retakan dikejauhan. Sedangkan aku, kamu dan mereka belum paham tentang apa-apa
yang harus kita lakukan. Siapa suruh malam begitu cepat datang? Sedang belum
ada yang merasa sanggup menutup mulut-mulut pemabuk yang meracau tak karuan. Mereka
memaki dibawah mantra alcohol yang membius kesadaran, dengan ringan dan tanpa
bersalah, menuding langit yang katanya sakral: langit yang sama yang mereka
percayai dimana Tuhan berada.
Waktu dan
kematian layaknya sepasang sandal yang melekat ditelapak kaki. Yang kita pakai
kemana-mana, selalu ada didekat kita. Lihatlah betapa cepat waktu menua dan
kita masih tak menyadari entah dari sudut mana kematian tengah mengintai kita. Menanti
waktu dan ia bersepakat untuk membawa kita kepada langit yang dicaci oleh
pemabuk yang kerap melolong sumbang dimalam hari.
Udara begitu
pekat oleh warna-warna, menciprati sebagian kemeja mereka yang pada pagi
harinya disetrika hingga rapi sedemikian rupa. Mereka merayap disepanjang tubuh
kota, membuatnya penuh berlumur warna. Nafas yang mereka hirup berwarna, langkah mereka berjejak warna, gaji mereka
berwarna dan bahkan suara mereka berwarna. Namun anehnya, saat mati
warna-warana itu pergi begitu saja.. membuat tubuh mereka pucat.
Aku, kamu pun
mungkin begitu saat mati nanti.
Lalu waktu
masih bergegas dan aku, kamu juga mereka belum menyadari kapan datangnya
giliran kita. Untuk pulang. Kau tau? Aku tidak tau. Tuhan selalu begitu, penuh
rahasia dan membuat kita bertanya-tanya. Hingga tiba-tiba waktu terhenti
disuatu hari yang tak disangka-sangka. Menggenggam erat tangan kematian yang
telah bersiap membawa kita.
Entah kemana.
Mana sempat
kita merasa bingung? Mengingat dan menyesali apa yang telah dan belum kita
lakukan, atau apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya
ditinggalkan, atau memprioritaskan yang patut didahulukan dan mengabaikan
apa-apa yang membawa kesia-siaan. Pada detik lengan kematian menggamit lengan
kita yang seketika pias, kita akan paham…bahwa sejak semula waktu memang tak
pernah mau menunggu.
Comments
Post a Comment