Skip to main content

pada suatu sore di puncak bukit asah



Kini aku berbaring di bibir tebing yang cukup curam untuk membuat tulang-tulangku remuk redam jika aku menghempaskan diri kedalamnya. Namun anehnya, tak sedikitpun kengerian terlintas di benakku saat melongok memastikan kedalaman jurang tersebut. Hanya rasa penasaran, dan kelegaan yang entah bagaimana ku rasakan tiba-tiba saat berada didekat di bibir jurang tersebut.

Aku hanya ingin berbaring seperti ini lebih lama lagi. Membiarkan segala kegelisahanku sejenak melarut dalam pekatnya udara kebebasan disekitarku. Merasakan aroma ketakutan sekaligus keberanian diwaktu yang sama. Aku menantang diri untuk tinggal lebih lama disini. Bersikap seolah akulah satu-satunya manusia yang hidup ditempat ini. 
 
Sendiri tak selalu membuatku merasa sepi. Kau tau? Terkadang yang kita butuhkan hanyalah jeda dari interaksi dengan siapa saja, dengan apa saja. Kamu dan aku butuh waktu untuk menepi dan menyepi dari hiruk pikuk yang kian terasa penat dikepala. Dan terkadang, menepi dari diri sendiri juga perlu dilakukan. Berpura-pura kalau aku bukanlah aku, dan memandang segala yang terjadi padaku dari sudut pandang yang berbeda. Seorang diri saja, bercengkrama dengan hati yang telah lama berat menanggung segala yang membuatnya sakit dan menderita.


 
Lalu sendirikan aku sekejap saja, sedikit lebih lama. Biarkan aku bertanya tentang segala yang patut ku pertanyakan pada-Nya. Biarkan Tuhan bicara padaku lewat bahasa-Nya. Buat aku mengerti, bahwa dibalik kebisuan tempat ini, DIA sedang bicara padaku tentang kemaha-kuasaanNya.  Dan buat aku belajar dari kesendirian ini, tentang keberanian untuk tak lagi melarikan diri seperti yang sedang aku lakukan kini.


Seperti terlahir kembali dalam tubuh yang sama, aku tersenyum sendiri. Lihatlah, aku begitu kesepian hingga sepi inipun tak lagi terasa istimewa. Namun setidaknya saat ini aku bisa pulang dengan hati yang jauh lebih lega dari sebelumnya. 

I love this place so much!




Comments

Popular posts from this blog

Miracle

Gerimis yang sesekali diselingi gemuruh Guntur yang bersahutan dan rumah yang lengang membuat saya ingin sedikit menorah beberapa hal yang semenjak beberapa waktu ini begitu mendesak ingin segera dituliskan. Kalau diingat-ingat lagi, saya memang sudah agak lama tidak lagi duduk dan bercerita di Bale Bengong   ini kepada kalian yang tanpa sengaja tersesat disini. Dan kalau dipikir-pikir lagi, rumah ini tak terlalu lengang sekarang ini karena saya tidak sedang sendirian. Suami memang masih di kantor dan belum pulang, namun didalam rahim saya ada sesosok janin mungil yang kini genap berusia tiga bulan sedang menemani saya yang kesepian. “ Halo sayang, sehat-sehat selalu didalam perut ibu ya J ” Bicara tentang janin, hati saya mengembang lagi sekarang. Senang? Tentu saja.. tiga bulan ini telah menjadi saat-saat paling ajaib sejak kehadirannya. Janin mungil yang sebelumnya selalu kami sebut dalam do’a kini tengah meringkuk tenang didalam rahim saya, sedang tumbuh dan ter...

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia terseny...

Palangka Menguning

Foto diambil dari depan Polres Palangka Terhitung sejak pertengahan Agustus lalu sampai hari ini asap masih mengepung disegala penjuru hingga ke sudut-sudut kota Palangka Raya. Nggak cuma diluar, kadang asap juga masuk sampai kedalam rumah sampai-sampai untuk bernapas saja rasanya sakit. Menyalakan kipas angin sepanjang waktu juga tidak banyak menolong. Dan hari ini asap berwarna kuning kemerahan disini. Bisa dibayangkan bagaimana sesaknya kami? Dada dan mata terasa perih, tenggorokan sakit, dan kepala jadi gampang pusing. Kami rindu langit biru, kami juga rindu bernapas lega. Kalau saja paru-paru ini bisa bicara, tentu ia sudah menjerit setiap saat. Tapi kami tetap bertahan, karena kami percaya Tuhan akan segera menyudahi bencana ini. Hari ini saya menulis catatan ini agar saya selalu ingat untuk bersyukur. Ketika Tuhan mengkaruniai saya dengan udara bersih dan lingkungan yang aman serta nyaman, terkadang saya luput untuk sekadar mengucap kata terimakasih pada-Ny...