Skip to main content

Alfie & Sepeda Barunya




Sore ini aku lagi duduk sambil ngeliatin Alfie, keponakanku yang baru saja naik ke kelas dua Sekolah Dasar, lagi main sepeda sendirian. Sepedanya terlalu gede untuk ukuran tubuhnya yang mungil. Tapi biar kegedean gitu, Alfie tetep ngotot pengen main sepeda.

Pas pertama kali nyoba, sepedanya cuma dituntun muter-muter halaman rumah, beberapa kali putaran. Setelah ngerasa cukup berani, pelan-pelan Alfie coba ngayuh sepedanya. Ibarat balita yang baru belajar jalan, selangkah demi selangkah..itupun dengan tertatih dan rawan jatuh sewaktu-waktu. Alfie juga gitu, udah nggak kehitung berapa kali dia nyungsep dari sepedanya. Habis jatuh, bangun sendiri, jatuh lagi, bangun lagi. Dengan lutut terluka dan berdarah-darah, paling nangisnya bentar.. trus nyoba lagi.

Aku jadi mikir, ini Alfie yang keras kepala atau memang semua anak kecil punya karakter yang sama kayak alfie? Ketakutannya dan ketidak-mampuannya itu seakan kalah oleh keinginan yang di dorong kuat oleh rasa penasarannya pengen bisa naik sepeda muter-muter di halaman rumah.

Alfie tau betul kalau badannya terlalu kecil untuk sepeda gede itu, tapi dengan nekat tetep dia coba. Aku pun tau sebenernya alfie sangat takut jatuh dan nangis gara-gara lecet di lutut dan sikunya semakin lebar menganga, tapi tetep dia kayuh sepedanya. Sesekali alfie bahkan diketawain temen-temen sebayanya yang udah pada mahir kebut-kebutan di jalan bawa sepeda mereka, tapi alfie cuek-cuek aja. Dengan girangnya dia bahkan dadah-dadah ke temen-temennya itu sambil bilang, “tunggu alfie ya.. :D”

Ngeliat usaha keras alfie tersebut aku jadi mikir macem-macem. Mikir betapa cemennya orang dewasa kayak aku gini yang nggak jarang selalu kalah telak oleh bayang-bayang kegagalan disetiap satu langkah yang aku ambil untuk nyoba melakukan sesuatu. Aku terlalu takut nerima kenyataan kalau aku nggak bisa, nggak mampu melakukan hal tersebut tanpa pernah memberi kesempatan untuk diriku sediri untuk sekedar mencoba, mengukur dan memastikan sejauh mana aku mampu melakukannya.

Nggak kayak alfie yang tangguh, aku terlalu takut ngerasain sakit kalau-kalau aku jatuh. Padahal luka itu wajar ada dan selalu bersanding dengan setiap langkah kaki kita. Biar gimanapun juga, luka adalah luka yang masih bisa sembuh selama kita masih punya kemauan untuk kembali sembuh. Luka itu sesuatu yang lumrah, dan bukan hal yang seharusnya menjadi momok yang selalu berhasil menakut-nakutiku yang pengen nyoba melangkah lebih jauh dari tempatku berdiri sekarang.

Curhat dikit ya.. sebelum alfie, aku udah lebih dulu merasakan perasaan yang entah gimana menggambarkannya saat ngeliat temen-temen sendiri udah sukses melangkah dijalan yang sedang mati-matian aku coba ambil, melengang dengan wajah sumringah didepanku. Rasanya… ya gitu deh. Kalau alfie bisa bilang, “tunggu alfie ya..” aku Cuma bisa membatin dalam hati, “Ya Tuhan…apa salahku? Kenapa KAu hukum aku begini kejemnya?”

Aku malu sama Alfie…. Lebih malu lagi sama diri sendiri..

Kemudian, di kepalaku bermunculan banyak kalimat “seharusnya begini..seharusnya begitu” yang pada intinya aku sedang menyalahkan diri sendiri. Menyesal, sedih, malu dan termotivasi diwaktu yang sama dengan hanya ngeliat Alfie belajar naik sepeda.

Tapi sedetik kemudian aku terharu. Aku terharuuuu banget sampai-sampai mataku basah dengan sendirinya. Tuhan begitu sayangnya ya  ternyata sama aku.. aku masih dikasih kesempatan belajar lewat si kecil Alfie tentang kesalahan yang udah aku lakuin selama ini. Tuhan ngasih tau aku dengan cara-Nya, kalau di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin selama kita masih mau berusaha. Selama kita masih punya keinginan untuk mencoba dan mengabaikan segala yang mungkin menghambat langkah kita untuk maju. Aku bisa, hanya saja aku terlalu takut mencobanya.

Aku ngerasa lagi ditegur dengan cara yang sangat halus. Cara yang bikin aku nggak bisa menyangkal apapun lagi. Cara sederhana yang seketika bikin aku tersadar dari semua kesalahan mindset-ku selama ini.

Terima kasih, Tuhan. Aku akan berusaha lebih keras lagi.


Sore ini Alfie udah bisa maen sepeda bareng temen-temennya yang lain. 
Setelah tiga hari yang kejam buat alfie belajar menaklukkan sepedanya. Berkali-kali jatuh, lecet dimana-mana, sampai memar di jidat udah dia rasakan semua. Sekarang alfie udah berhasil ngedapetin hasil dari usaha kerasnya itu. Alfie udah lupa sama rasa sakit di sekujur badannya. Alfie juga udah nggak nangis lagi. Sekarang, dengan penuh percaya diri alfie duduk diatas sepeda gedenya itu dan berkeliling bareng temen-temennya yang lain. Dan tawa itu, menjadi obat luka dihati binaz, fie.. makasih ya sayang.. .

Comments

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..