Terimakasih untuk dua telinga ini, Tuhan. Tak ada seorangpun yang dapat berjalan tegak tanpa sekalipun merasakan jatuh dan mengenal darah. Seperti halnya aku, yang kau kenal sebagai seorang yang cukup bijaksana dengan kata-kata yang katamu cukup mujarab untuk menyembuhkan sedihmu, pun hanya manusia yang juga punya luka tersendiri yang kubiarkan sembunyi, diantara tawaku. Hanya saja memang sengaja kubuat tawaku agar terdengar lebih nyaring sembari kutunggu luka ku mengering, dengan sendirinya.. Maafkan aku yang lebih memilih diam. Aku, hanya memberi ruang untuk telingaku agar mampu mendengarmu dengan lebih seksama. Ceritakanlah! aku akan mendengarkannya. Dan akan selalu siap untuk itu. Lalu suatu ketika kau merasa telah ku curangi. Katamu.. persahabatan kita tak seimbang. Aku hanya mendengarkan, tanpa mau membagi laraku seperti yang selalu kau lakukan. Kau benar. Aku memang seperti itu. Aku securang itu. Mendengar lukamu saja telah membuatku sadar bahwa...
~Dari Kata Turun Ke Hati~