Skip to main content

detak demi detak

Aku masih terpaku pada suara detak yang muncul dari benda kecil itu. Setiap detaknya adalah detak serupa yang muncul dari dalam rongga dadaku. Setiap detaknya adalah detik yang berkurang dari usiaku.
Tik..tok..tik..tok...
Pada detak pertama ada perasaan asing yang datang menghampiriku, dan pada detak yang sama itu pula aku merasa ada sesuatu yang bergerak menjauhiku.
Dan aku menikmati semua pergerakan datang dan pergi itu sembari mendengarkan suara detak dari benda kecil itu, pun detak dari rongga dadaku.
Tik..tok..tik..tok..
Waktu meninggalkanku, selangkah, dua langkah lalu beribu langkah jauh dariku.
Tik..tok..tik..tok..
Penyesalan datang memelukku.
Sebelum aku sadar akan segala yang telah kulakukan dimasa lalu, detak itu kembali terdengar memburu telingaku. Seolah Ia ingin berkata ‘maaf, aku tak dapat menunggumu..’
Tik..tok..tik..tok..
Detak itu terus bergerak, merangkak, kemudian berlari ketika dengan sekuat tenaga berusaha ku tahan Ia. Detakku dan detaknya tak lagi seirama. Aku berdetak perlahan, Ia semakin membuat langkah panjang-panjang, menjauh..meninggalkanku.
Tik..tok..tik..tok..
Aku mulai membenci suara itu.
Tik..tok..tik..tok..
Ia mulai membentak galak, membuatu tersentak.
Tik..tok..tik..tok..
Ia semakin jauh meninggalkanku. Detakku memburu, mempercepat langkahnya untuk mengejar detak yang berlari itu. Namun detak itu tak mau tau. Aku telah jauh tertinggal dibelakang. Dan sejenak kemudian Detak itu menghilang. Ia t’lah benar-benar hilang.
Benda kecil dengan suara berdetak itu kini diam. Detak yang kudengar kini hanyalah detak yang muncul dari dalam dadaku. Tik......tok.... terdengar  serak, semakin samar.
Detakku tak dapat berlari cepat. Kedua kakinya terikat oleh ingatan yang menjerat.
Detakku sekarat.
Dan waktu kembali, saat detakku tak terdengar lagi.

Saat aku t’lah benar-benar mati.

Comments

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..