Skip to main content

bagimu agamamu, bagiku agamaku

Aku lupa kapan pertama kalinya aku menyukaimu, yang aku tau...sampai detik ini rasa itu masih untukmu. Dan yang aku tau, sejak dulu kamulah yang membuatku betah berlama-lama merayu Tuhanku agar diberikan-Nya hatimu padaku.
Sering ku pinta bermacam-macam do’a pada Tuhan, namun aku heran...selalu namamu yang paling sering kusebutkan. Untukmu kuminta kebaikan, kebahagiaan dan kesehatan yang selalu. Sama seperti yang ku pinta untuk diriku sendiri. Dan ‘aamiin’ yang kusebut berulang-ulang dipenghujung harapku menjadi simpul yang kian mengukuhkan kesungguhan pintaku, yaitu kamu.
Aku tau, Tuhan sedang melukis kita diwaktu yang sama, namun pada dua kanvas yang berbeda. Aku dilukis-Nya dalam sujud, dan kau yang tengah larut menyeru nama Tuhanmu dengan berlutut.
Dan aku pun tau kalau do’a kita sama, walau Tuhan yang kita sebut berbeda namanya. Namun apakah karenanya kita tak boleh bersama? Jika diatas perbedaan itu kita masih mampu berdiri, lalu untuk apa kita harus berlari darinya?
Nyatanya kaki-kaki kita terlalu lemah untuk menopang keinginan kita ini. Kau tau sayang? Tuhanku sepertinya tak ingin jika kita menyatu dalam ikatan yang kita mau. Mungkin sama, Tuhan yang kau yakini itupun mungkin setuju, bahwa sekali lagi, kita harus menerima kenyataan ini. Aku dan kamu terlahir untuk saling mencinta, namun tak bertakdir untuk berakhir menjadi satu. Aku memilih cintaku pada Tuhanku, dan kau... pun tetap memeluk erat nama Tuhanmu dalam satu keyakinan yang padu.

Tapi kau tau, sayang? Saat inipun masih, masih kamu yang selalu menjadi harapku. Namun jika rupanya Tuhanku menjawab do’aku dengan nama lain selain kamu, aku tak akan memaksa-Nya lagi. Bagaimanapun juga kita hanyalah manusia yang bisanya hanya mencintai apa yang Ia beri, bukan memaksanya mencintai apa yang kita pilih sendiri. Ku harap kau pun menjawab-Nya dengan cara yang sama sepertiku. Mungkin itulah satu-satunya cara agar cinta kita tetap bertemu pada satu titik yang hanya Tuhan maha mengetahuinya.


"bagimu agamamu, dan bagiku agamaku"

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..