Skip to main content

Malaikat Itu bernama 'Ibu'

Dia yang dalam tiap do'aku namanya selalu kusebut,
mencintainya adalah perjuangan paling menyenangkan yang tak boleh tak kulakukan disepanjang hidupku.
Ia tak pernah bilang padaku seberapa besar tepatnya Ia mencintaiku, karena katanya.. Cinta itu bukan suatu yang dapat diukur dengan sejumlah bilangan angka. Lalu bagaimana dengan aksara? Tanyaku. Ia jawab dengan selengkung senyum dibibir keriputnya, sembari menatapku dalam. Dan tatapan itu, adalah satu jawaban dari sejuta tanya yang berhamburan dalam benakku, bahwa tanpa angka-angka, tanpa harus menyusun aksara.. Cintanya utuh, penuh, seluruhnya untukku.

Dia yang sedihnya membuatku berduka berlama-lama., melihatnya menangis adalah sebuah petaka maha besar dalam hidupku, apalagi jika tangis itu disebabkan olehku. Aku rela menghukum diri demi melihat ia tersenyum lagi, lalu memaafkanku. Namun entah karena memang dia seorang malaikat, atau hatinya memang baik, atau karena ia begitu mencintaiku..maaf itu selalu dia beri jauh sebelum aku memintanya. Maka malu lah aku tiap kali berbuat salah padanya. Malu pada diri sendiri, dan malu pada seorang yang begitu pemaaf sepertinya..

Dia yang tak ingin ku buat khawatir karena berbagai himpitan hidup yang kian menjepitku, malah rajin mendo'akanku ditiap malam dalam tiap sujudnya. Pernah ku dengar dalam lirih do'anya, namaku disebutnya berulang-ulang.. Sembari berloncatan air matanya dan menahan isak yang mengguncang dadanya, ia rela bersujud lama..demi aku. .

dia yang rela terjaga semalaman menunggui demamku yang tak kunjung reda, sedangkan aku lelap disampingnya. Dia, yang kerap menahan lapar dahaganya demi memuaskan lambungku yang selalu merasa kurang. Namun adakah yang telah kulakukan padanya yang membuat hatinya tenang?

Dia yang tak boleh ku buat marah dengan kebodohanku, meskipun rupanya aku belum cukup pintar untuk tak mengecewakannya dengan sikapku. Namun ia tetap merangkul aku, aku dengan segala kekuranganku ini.

Begitu besarnyakah cintanya padaku, hingga apapun yang kulakukan untuknya masih selalu terasa tak sebanding dengan apa yang selalu dia lakukan untukku?
Ku pikir cintaku padanya begitu besarnya, namun yang kurasa adalah cinta yang bertubi-tubi selalu darinya untukku.
Ku pikir aku bisa membahagiakannya, namun yang ku dapat adalah kebahagiaan tiada tara karena terlahir menjadi bagian dari dirinya.
Ku pikir akulah satu-satunya yang bersedih, namun tanpa ku tahu.. rupanya ia yang paling menderita saat tak dijumpainya raut bahagia terpahat diwajahku.

Dia, yang rinduku padanya membuat jemariku senantiasa bergetar diatas kertas ini.. Membuat kata berlari-lari dan menghambur pada Tuhan mewujud permohonan demi permohonan, untuk segala kebaikan atasnya: wanita paling mulia dalam hidupku.. Ibu.

Comments

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..