Skip to main content

Main Ayunan, yuk!


Hidup itu kadang sesederhana bermain ayunan yang kedua talinya diikat pada dahan sebuah pohon. Kadang membawa kita melambung tinggi keatas, kadang kembali merendah kebawah. Kadang berayun dengan kencang, kadang pelan-pelan. Dan begitu seterusnya selama masih ada tenaga yang mendorong tubuh untuk tetap berayun-ayun.
Begitupun hidup. Sedih dan senang dapat kita rasakan bergantian, dengan porsi yang telah ditakar seadil-adilnya oleh Tuhan. Tidak ada orang yang seumur hidupnya bahagia terus, dan belum ada juga orang yang sejak lahir sampai matinya nelangsa terus. Pasti ada jeda. Setelah sedih yang panjang, pasti ada bahagia setelahnya. Pun demikian sebaliknya. Yah, ibarat spasi disela kata, kita kadang butuh kesedihan disela bahagia kita, karena dengan begitu hidup jadi lebih mudah kita baca.
Dalam hal ini, Tuhan lah satu-satunya yang memiliki andil dalam mengatur porsi masing-masing bahagia dan kesedihan itu sendiri. Kapan saatnya kita terpuruk, kapan saatnya kita berjaya, semua itu telah tercatat rapi dalam kitab rahasia-Nya. Dan kita tak memiliki secuil pun jatah untuk berhak tau segala yang akan terjadi pada diri kita dimasa yang akan datang.
Yang IA inginkan hanya melihat kita terus dan terus berayun, menikmati setiap pergerakan ayunan degan hati yang ringan, dan menjaga tubuh agar tetap seimbang dan tak terhempas dari ayunan yang kita naiki. Caranya? Dengan berpegang kuat pada dua tali disisi kiri-kanan kita: yaitu dengan berpegang erat dikedua tangan-Nya, dan percaya hanya pada-Nya bahwa IA satu-satunya yang takkan membuat kita terjatuh dari ayunan, kecuali jika kita lengah, merasa terlalu kuat untuk tak berpegang pada-Nya.
Jika dipikir-pikir kembali, sepertinya Tuhan memang sengaja menciptakan kita untuk bermain-main dikehidupan ini. Menikmati masa belajar tentang kehidupan itu sendiri. IA seperti orangtua yang diam diatas sana, mengawasi, menilai, dan memutuskan siapa yang berhak mendapat hadiah dan siapa pula yang berhak menerima hukuman jika kita bersalah. IA akan duduk diam diatas sana, menyaksikan waktu mendewasakan kita dengan sendirinya. Dan bila saatnya senja tiba, dan waktu kian menua, IA akan memanggil kita untuk pulang kembali kepangkuan-Nya, menikmati cerita tentang surga dan neraka. Dan bila beruntung kita diizinkan untuk menempati sebuah ruang dari satu diantara keduanya, untuk sementara ataupun kekal selamanya didalam sana,

Entahlah.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..