Rasanya ingin melakukan banyak hal mumpung masih ada
bnyak waktu.
Memangnya
kapan waktu nggak ada buat kamu?
nanti,
saat kesibukan merenggut waktuku.
kapan?
nanti,
biar waktu yang menjawabnya.
Iya,
tapi kapan?
Nanti
itu sebuah bilangan waktu yang tak terbilang, bisa besok, bisa tahun depan,
atau kapan-kapan. Nanti itu adalah kejutan. Haruskah kujawab kapan tanpa ku
tahu pastinya kapan? Aku bukan Tuhan.
-ia
diam untuk beberapa saat-
Kamu
harus segera sibuk. Atau paling tidak menyibukkan diri lah..
Bukankah
saat ini aku tengah sibuk?
Sibuk
apa?
Sibuk
menanti sebuah kesibukan.
alah.
Kamu seperti orang yang tak punya harapan!
Aku
punya. Harapan untuk menjadi orang yang diharapkan juga merupakan sebuah
harapan bukan?
Iya,
tapi perlu usaha supaya kamu benar-benar menjadi seperti yang kamu harapkan.
Tidakkah
kamu bertanya, seperti apa wujud aku yang aku harapkan?
Tidak
perlu. Paling-paling kamu hanya ingin menjadi orang sibuk dengan kesibukan yang
terlalu dibuat-buat.
Hahhaha..
Kamu terlalu memandang rendah aku. Aku sudah dibawah, untuk apa kau rendahkan
aku lagi?
Bukan
untuk merendahkan, hanya saja....
-ia
diam lagi, 1 menit, mungkin berfikir-
...Hanya
saja kamu terlalu lembek pada harapanmu itu. Kamu harus tegas dan lugas dalam
membingkai mimpi. Akan menjadi apa, akan berbuat apa, akan bagaimana nantinya,
harusnya kau telah menyiapkan diri untuk itu semua, dari sekarang!
Jika
mimpi itu adalah definisi 'menjadi manusia yg diharapkan' versimu, anggap saja
saat ini aku sedang tidur dan menunggu mimpi itu datang. Tidur adalah satu dari
sekian usaha kerasku untuk dapat meneruskan mimpi yang datang sepotong demi
sepotong. Tidur pula lah yang menjadi satu dari sekian caraku untuk sejenak
lupa pada secercah harapan yang kadang membuatku lelah untuk berjuang.
Kamu
itu picik! Sungguh sangat picik! Percuma aku mendebatmu panjang lebar!
Hahahhaa..
-akupun
tetawa, kehilangan kata-kata. Bagaimanapun juga yang ia katakan memang benar.
Selalu benar.-
Tak
lama kemudian aku bangkit berdiri. Diapun ikut berdiri. Kami berdua saling
menatap lama setelah dialog yang cukup sengit. Aku menatap dia, dia balik
menatapku. Aku tak tersenyum padanya, garis bibirnya pun datar, sama sepertiku.
Kami berdua berjarak beberapa senti, saling menyentuhkan jari diantara sekat
selembar cermin ini.
Sekian.
Comments
Post a Comment