Aku disini,
berdiri menyaksikan bumi berotasi. Berputar pada poros kecintaannya yang
hakiki, pada sang Maha Pencipta: ialah Ilahi..
Mentari
yang sembunyi perlahan mulai menampakkan diri. Malu-malu pada mulanya, Kemudian
diam-diam menebar pesona pada tiap fragmen sinarnya
Layaknya
harapan yang baru saja menetas dari induk keresahan, cercah cerahnya
menghangatkan tiap inci tubuh-tubuh yang bergetar oleh gigil selimut malam,
yang senantiasa menciutkan balon-balon mimpi yang semestinya terbang
mengangkasa kelangit luas..
Hanya
saja malam tak sejahat itu, gelapnya mungkin membutakan mata untuk sekejap.
Membutakannya dari kemerlap semu yang dunia tawarkan. Namun sesungguhnya
diam-diam Ia memberi ruang untuk kita membasahi kedua mata dengan derasnya
penyesalan hidup atas kesia-siaan yang telah kita pertahankan..
Ada
celah diantara malam dan fajar yang belum lahir dari rahim ufuk timur, Rabbul
Izzati menjadi lebih dekat dari jarak temu kedua alis kita. Dan dengan kedua
lengan-Nya IA sambut hangat tiap untai do’a yang aku dan kau panjatkan.
Dapatkah
kita merasakan hadir-Nya dalam tiap tarikan nafas kita?
Dapatkah
kita benar-benar mengikhlaskan seluruhnya yang melekat dalam identitas kenamaan
kita untuk-Nya saja?
Seperti
malam yang ikhlas menenggelamkan diri pada kemilau pagi, layaknya api yang
melalap kayu bakar hingga berwujud abu..
Layakkah
kita menjadi kekasih-Nya dan berhak duduk pada kursi-kursi kebesaran-Nya di
syurga sana pada masanya nanti?
Yaa
Rahmaan.. Matahari senantiasa bersujud pada-Mu jua, pun sungai yang arusnya hanya
menyeru keindahan-Mu, dan angin yang menari dengan gemulai memuja asma-Mu.. izinkan
hamba pun larut serta membasahi kening ini hanya untuk-Mu saja..
Alhamdulillah..
Subhanallah.. Laa ilaahaillallah, Allahuakbar..
Comments
Post a Comment