Skip to main content

wake up call


Bismillahirrahmaanirrahiim..
Sayang,
Di bumi yang kau jejak, tak ada keberhasilan tanpa perjuangan. Begitupun tak ada cinta tanpa pengorbanan. Kau harus memahami dan menetralisir betul arti ungkapan itu dalam tiap hela nafasmu.
Kita sama-sama tengah berjuang untuk tetap ‘hidup’ dalam kehidupan yang kita susuri menuju impian kita masing-masing. Kau ingin berhasil menemukan bintangmu, aku juga. Kau dan aku telah berani menentukan arah yang kita anggap benar. Maka untuk itu kitapun harus siap menghadapi kemungkinan yang bakal terjadi pada jalur itu. Apakah dengan itu kita mesti kehilangan tangan, kaki, bahkan…kepala. Kita mesti siap meradang di setiap persimpangan jalan kita.
Kau tahu, Sayang… bahwa Dia tidak melihat hasil cita-cita kita, tapi Dia menilai setinggi dan sebesar apa perjuangan yang kita laukan demi mencapainya. Nama atau gelar hanya hadiah dari manusia tidak lagi berarti bagi Allah terhadap orang yang mencarinya. INGAT!!! Dia tidak butuh semua itu. Dia hanya ingin menjual surga dengan diri, keluarga dan harta hamba-hambaNya. Dan di firmankan sudah bahwa Dia tidak menjadi rugi bila kita tidak membelinya.
Kita harus lebih dulu menangis untuk bisa tertawa. Bukankah Rasulullah pun telah menangis lebih banyak? Bahkan dia merasakan sakit lebih dari siapapun. Kamu tidak iri, sayang?  Melihat banyak manusia yang lebih memiliki cinta Allah, justru kita harus memiliki cinta yang lebih besar dari mereka.
Ingatkah kau pada waktu ibu kita berkata lewat matanya yang bijak, bahwa beliau ingin melihat kita berdiri ditempat imam-imam  dengan mengibarkan panji-panji Allah? Dan sewaktu Ayah menasehati lewat tangannya yang pedih, bahwa kita harus menjadi orang terkuat. Apa kau lupa ketika beliau berdua melambaikan tangan-tangan yang penuh dengan bekas luka itu diluar kereta yang kita tumpangi menuju medan jihad? Tangan-tangan itu berbicara lewat bahasa yang sudah kita kenal bahwa tangan kita harus lebih terluka dan lebih pedih dari mereka.
Setelah itu kereta tak perduli dengan mirisnya hati kita yang masih ingin mendengarkan kata-kata mutiara yang mengalir pada tiap bulir keringat ayah ibu tentang apa yang akan terjadi esok hari....
Sejenak kemudian, air mata kita menceritakan pada jendela kereta yang menampilkan gambar-gambar alam dan angin tentang kehijauan perasaan kita yang belum mempunyai cukup keberanian unntuk bangun sendiri esok pagi. Disinilah kita yang tengah mengisi catatan perjuangan untuk selanjutnya akan kita kuak tirai batu dihadapan kita, lalu kita saksikan berjuta kehidupan berserakan yang masing-masing menawarkan penderitaan yang tersimpan dibalik kenikmatan yang tersaji.
Teranglah, sayang... hal itu masih lama terjadi, itu semua belum menjadi jatahmu. Hari ini kita masih harus bermain dengan pena dan kertas. Nah, menggambarlah!!! Lukislah kata-kata mereka: guru dan kedua orangtuamu, dan cintailah mereka. Telanlah masak-masak yang mereka ajarkan padamu. Sebab merekalah yang kana menggandeng tangan-tanganmu untuk menikmati jatah yang akan disodorkan ke mejamu.
Aku pun tengah mendapat bagian yang sama sepertimu. Perasaan kita sama walau bumi yang kita pijak berbeda warnanya. Kita juga kehilangan waktu bersama keluarga dirumah. Tapi jangan kau bersedih, kau hanya boleh menangis pada tidurmu saja, lalu katakan pada hidupmu bahwa ia diciptakan bukan untuk membuat matamu basah, tapi untuk membuat keningmu berkeringat oleh kekuatanmu untuk mendapatkan cinta-Nya. Kau harus kembali menjadi dirimu sendiri. Tanpa terusik oleh keinginan oranglain atasmu.
Mari sayang.... tajamkanlah pandangan kita, kita belah angkasa raya, kita tembus cakrawala bumi. Kita pinjam pengasuh-pengasuhNya, jelajahi seribu satu galaksi yang ada. Selanjutnya mari bergerak vertikal menuju singgasana-Nya. Dan mari nikmati asinnya keringat yang mengalir dari dalam jiwa kita untuk dapatkan peluk sayang-Nya.
Mari berjuang, Sayang!

(My dearest sister, Jamee’ ..love you much.)

Comments

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..