Skip to main content

Spasi Kehidupan


Tuhan pernah sengaja mempertemukan kita dalam ketidaksengajaan, untuk pada akhirnya menjadikan kita sebagai objek pembenaran kalimat ‘bahwa cinta tak harus memiliki’. Begitulah, takdir bicara dengan kalimatnya sendiri. Segala yang tak mampu ku lawan, menjadi kesakitan tersendiri yang perlahan membunuhku diam-diam.
Bagaimana bisa kutahan angin bertiup? Seperti halnya tak mungkin ku tunggu api tiba-tiba menyala dari setungku abu yang t’lah lama dibekukan udara. Seperti itulah ketidak-mungkinan dayaku melawan takdir yang terpahat atasku. Seperti itulah ketidak-berdayaanku menahanmu pergi dariku: karena Tuhan t’lah berkehendak demikian adanya.
Mungkin, ketidaksengajaan pertemuan kita sebelumnya merupakan awal pembelajaran yang memintaku agar menjadi lebih pintar dalam menjawab segala persoalan hidup ini. Bukankah hidup itu sendiri adalah misteri? Yang kadang memposisikan kita diatas, dibawah, didepan, dibelakang, dimanapun semau dan sesukanya? Seperti kita yang berkebetulan bertemu pada suatu waktu, untuk kemudian bersama-sama saling membalikkan badan tanpa berucap sepatah kata perpisahan.
Mungkin memang begitulah rencana-Nya sejak awal. Mungkin harus demikian sakit yang harus aku kau lalui demi sebuah pembelajaran hidup.
Namun tak sekalipun aku menyesalinya. Setidaknya, bertemu denganmu pernah menahan senyumku berkembang lebih lama selama beberapa waktu. Walaupun setelah kepergianmu, pipi ini tak pernah libur dari curahan air mata karena merindukanmu. Bagiku tak mengapa, sungguh tak mengapa. Bukankah kita harus adil dalam hidup kita sendiri? Adil membagi ruang untuk duka dan bahagia kita. Sebagaimana spasi disela kata, kita kadang butuh duka diantara bahagia. Karena dengannya, hidup akan menjadi lebih mudah untuk kita baca.  .  .  .

Comments

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..