Skip to main content

Bahagia Itu Sederhana


Bahagia itu sederhana, sesederhana bangun pagi setiap hari dan mandi dengan air segar dan sabun yang paling wangi. Percayalah, mempersiapkan diri untuk menyambut hari dengan kualitas diri terbaik setiap hari adalah apresiasi tertinggi untuk menghormati diri sendiri, dan dengan sendirinya hati kita akan merasa bahagia. 

Bahagiaku sesederhana. Menikmati sarapan dengan perlahan dan bersyukur untuk tiap-tiap suap makanan yang masuk kedalam mulutku, dan menenggak air putih yang segar, merasakannya mengalir disepanjang kerongkonganku yang kering. Bukankah tak ada yang lebih nikmat dari segelas air putih diujung kerongkongan yang kerontang? 

Kesederhanaan bahagiaku pun terletak pada orang-orang yang mau saling berbagi cerita denganku, mendengarkan ceritaku untuk kemudian mempercayakan cerita mereka didengar olehku. Ya, bahagiaku sehangat itu, bahagia yang dibangun diatas kepercayaan yang saling ditumpukan satu-samalain.

Bahagiaku yang sederhana, kadang terletak disudut bibir keponakan-keponakanku yang tersenyum karena lelucon hambar yang ku lontarkan ditengah kebosanan kami yang terjebak hujan ditengah rumah. Mendengar tawa renyah mereka, adalah kelegaan tersendiri yang membebaskan semua sendi yang t’lah penat direkat kesibukan yang melelahkan diluar sana.

Kadang, bahagiaku yang sederhana hanya terletak didalam secangkir kopi yang ku nikmati beramai-ramai dengan ibu dan kakakku. Ritual ngopi sore seperti itu selalu beralih fungsi menjadi ajang berbagi cerita, tentang apa saja. Dari hal-hal paling sepele sampai pembicaraan tentang acara televisi yang kian hambar untuk ditonton. Apa saja. Yang menbahagiakanku bukanlah apa yang kami bicarakan,  melainkan waktu itu sendiri yang mengikat kebersamaan kami lewat secangkir kopi yang begitu cepat tandasnya.

Ada kalanya, aku mudah merasa bahagia atas hal-hal semacam ucapan ’selamat pagi’ dari siapa saja yang kutemui dijalan. Polisi lalu-lintas, tukang sayur, tetangga yang sedang menyapu halamannya..siapa saja yang tersenyum padaku selalu berhasil menularkan energi positif pada diriku, membuat cerah hariku dan kian membentangkan syukur dalam dadaku.

Bahagia selalu sesederhana hal-hal sederhana itu. Jika saja kita mau membiarkan hati kita sedikit lebih santai dalam hidup ini, kebahagiaan itu akan datang sendiri lewat hal remeh yang biasanya selalu kita abaikan. Dan kita tak perlu mati-matian menyiksa diri demi sebuah kebahagiaan besar yang melelahkan jiwa raga kita dan melupakan kebahagiaan kecil semacam itu. Manusia terkadang luput melihat hal-hal terdekat mereka karena terlalu focus pada sesuatu yang lebih besar nun jauh entah dimana yang belum tentu dapat mereka raih. Aku, kamu, kita semuanya sama.

Mungkin itulah sebabnya Tuhan tak lelah mengingatkan kita untuk selalu bersyukur, karena bahagia yang kita cari setiap hari telah datang sendiri lewat sepersekian-detik yang kita luangkan untuk sekedar bersyukur pada Dzat yang paling berhak membagi kebahagiaan-nya pada siapapun yang diinginkan-Nya. Hehehe :) 

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...