Skip to main content

Hanya Soal Waktu


Sekejap mata, waktu melaju sebelum sempat kita menyadarinya ia berlalu. Tiba-tiba hari  berganti dan menjadikan kita tua, bertambah usia..atau berkurang usia bagi sebagian orang yang mengartikannya dari sudut pandang berbeda. Toh, sama saja. Yang kita maksud tua adalah mati jua akhirnya.
Entah dimana titik mulanya, tak bermula dan sulit diterka ujungnya, begitulah cara kerja waktu.

Waktu adalah titian maya yang kita susuri. Katakan saja kita bermula dari sebuah janin, maka waktu dimulai dari saat itu, dan kematian adalah ujung yang menjadi akhir titian waktu kita di dunia. Dengan kata lain, waktu adalah hidup kita.

Setiap detik adalah sepotong nafas yang kita hela. Setiap detik adalah detak dalam dada. Setiap detik adalah wadah peristiwa yang membawa kita lebih jauh dalam menyusuri titian waktu menuju penghujung usia yang tak pasti kapan datangnya.

Sang pemilik waktu seperti diam, namun bicara lewat diamnya.  Ia bicara lewat usia kita yang menua. Lewat bumi yang Ia putar sesuka hati, menjadikannya gelap dan terang semau-Nya. Titian waktu milik-Nya tak sehalus bahasa do’a-do’a kita.  Kerikil dan jurang di kanan-kiri selalu siap menelan kejatuhan kita kapan saja. Kadang kita harus merasakan jatuh agar dapat belajar memanjat pada tebing kehidupan. Kadang kita harus merasakan terpuruk agar dapat belajar tentang ketabahan.

Hidup adalah tentang mengisi waktu yang telah disediakan untuk kita, dengan batas yang hanya IA yang tau. Mungkin kita hidup di dunia ini hanya untuk menunggu mati, membekali diri dengan sebanyak-banyaknya pelajaran agar tak mengulang kesalahan yang sama di kehidupan mendatang. Konon proses belajar kita akan dinilai kelak pada kehidupan yang lebih kekal. Kita mengenal dua nama: surga dan neraka. Sebatas imajinasi kita melihatnya. Dengan penjabaran sedemikian rupa oleh mereka yang begitu meyakini keberadaan keduanya.

Ini hanya soal waktu kita akan melihatnya, berada pada salah satunya. Entah surga atau neraka, semua ditentukan oleh proses yang kita lalui dalam meniti jalur waktu. Berapa kali kita terjatuh, berapa kali kita bangkit setelahnya atau malah semakin jatuh sesudahnya, semua akan menjadi pertimbangan nilai kita dihadapan-Nya Sang Pencipta waktu, penulis takdir yang meniupkan ruh pada janin diawal mula waktu kita.

Ini hanya soal waktu kita akan kembali ke pangkuan-Nya, seperti kala pertama kita berpindah dari rengkuhan hangatnya ke pelukan dunia dengan segala kefanaannya.

Ini hanya soal waktu...

"Waktu adalah guru
Yang mengajarkanku bahwa adanya aku kini akan menjadi ketiadaanku nanti,
Mudaku akan berubah menjadi tua ditangan sang waktu yang tak kenal kata menunggu
Lahirku yang kan berujung pada kematian pun akan terjawab oleh waktu
Waktu adalah guru
Yang membimbingku untuk memilih aku menjadi aku
Atau menjadi seorang yang terbentuk oleh sekelilingku"

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...