Skip to main content

Insomnia


Aku t’lah terbiasa babak belur dihantam sepinya hari-hari 
Dan yang dapat mengobati sakitnya hanya dengan tidur sejenak,
walaupun saat bangun nyeri disekujur hatiku kambuh lagi.

Mungkin hatiku sekarang telah biru dan membusuk
karena terlalu lama menahan sakit.
Sudah sekian hari aku lupa caranya tidur,
aku lupa bagaimana memejamkan mata.
Aku lupa caranya mengantuk..
Atau malah rasa kantuk itu yang telah melupakanku?
Entah.

Insomnia mulai ku persalahkan sebagai akar kegamanganku.
Malam kian pudar, sepi kian samar,
dan aku tetap menatap langit-langit putih kamarku
yang penuh dengan aneka gambar ingatan
yang perlahan usang oleh waktu.

Ku buka catatan harianku.
Baru beberapa jam tadi aku menulis betapa sakitnya hatiku,
dan kini semakin sakit rasanya saat ku baca lagi.
Seperti memutar kembali detik-detik
saat hati ini benar2 tengah kambuh sakitnya.

Aku ingin minum obat.
Tapi obat yang mana lagi yang dapat membuatku lupa akan sakitku?
Sakit hatiku?

Aku sangat ingin tidur malam ini..

Tidurkan aku dalam pangkuan-Mu tuhan..
Karena lengan manusia terlalu mudah menipuku
dengan kehangatan sesaat yang mereka tawarkan padaku.


Baringkan aku dalam kuasa dekapan-Mu,
karena bahu manusia tak cukup kekar untuk menopang
tubuh ringkih dengan segala kelemahanku ini..

Obati luka dihatiku ini dengan tidur yang maha lelap malam ini..
Agar esok pagi tak lagi ku maki-maki diri sendiri
dihadapan mentari yang lagi-lagi kulewatkan sinarnya
karena telat bangun pagi.


Tuhan, besok jangan bosan bermain denganku lagi.
Beri aku kehidupan untuk ku permainkan,
sebelum kau buat kehidupan mempermainkan hati yang mudah sakit ini.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...