Skip to main content

Gagal Itu Indah


Kata siapa aku seorang yang gagal? Aku ini adalah seorang yang benar-benar berhasil, berhasil menjadi seorang yang gagal dimata orang lain. Tak apalah, toh mereka yang mematok pencapaian sebagai tolak ukur sebuah keberhasilan, maka  sah-sah saja jika ku sebut diriku ini telah berhasil dalam sebuah pencapaian. Pencapaianku yang masih gagal.
Bukankah aku telah berhasil mencapai tahap gagal dalam hidupku? Tak banyak orang berhasil yang tau bahwa dirinya t’lah gagal, dan mereka menjadi lebih gagal karena telah melewatkan kesempatan untuk belajar dari kegagalan mereka tersebut. Kasihan kan? Positive thinking, aku selalu berhasil dalam hal ini.
Seperti halnya mereka yang berhasil memberi cap ’gagal’ pada price tag ku, aku dihargai setinggi batasan antara gagal dan berhasil. Dan aku, saat ini tengah berada pada tarif gagal. Tak apalah, aku sudah terbiasa berhasil dengan kegagalan. Lagi-lagi aku menghibur diri dengan sebuah pelajaran. Akh, seperti sedang membodohi diri dengan pujian sampah yang pada akhirnya akan menyadarkanku bahwa gagal sudah jadi prestasiku.
Pada beberapa buku karya penulis-penulis ternama ku telaah pengertian gagal dan berhasil sebatas yang mampu dinalar oleh pemikiran cerdas mereka. Dan yang kutemukan memang seperti yang orang-orang jabarkan, bahwa PRESTASI itu adalah sebuah pencapaian. Pencapaian pada sesuatu yang sudah diperjuangkan.
Lalu apakah aku telah berjuang untuk kegagalanku? Tidak, teman. Aku sama seperti kalian yang selalu berjuang untuk sebuah keberhasilan. Jika dalam hal pencapaian hidup, aku tak begitu bernafsu mengejar prestasi hanya demi memuaskan orangtuaku. Perjuanganku ini lebih kepada cintaku pada mereka. Aku ingin berhasil semata-mata untuk membahagiakan mereka kelak, bukan demi sebuah pujian dari mulut mereka, untuk memamerkan keberhasilan perncapaianku ke tetangga kanan- tetangga kiri. Tidak. Syukurlah mereka bukan orangtua yang menyebalkan seperti itu.
Dalam perjalanan menuju pencapaian itu, aku berulang kali gagal. Ibarat mendaki gundukan ribuan anak tangga, saat ini aku tengah terengah-engah merangkak untuk sampai pada anak tangga ke empat. Untuk mencapai anak tangga kedua, aku gagal. Aku coba lagi berulang kali sampai akhirnya kaki gemetarku menjejak anak tangga ketiga, begitu pula dengan anak tangga keempat yang sedang kupijak saat ini. Aku berhasil. Tiap anak tangga adalah pencapaian, bukankah begitu?
Teman, aku menulis ini bukan untuk membuat kalian bangga akan kegagalan kalian. Bukan untuk membuat kalian berbesar hati dengan kegagalan kalian. Bukan pula untuk menyenangkan hati kalian yang hanya bisa gagal. Tidak. Ini semua adalah tentang bagaimana kita tetap mencintai diri kita bahkan disaat kita benar-benar berada pada titik paling gagal dalam hidup kita. Bukankah gagal juga merupakan sebuah pencapaian? Pencapaian getir yang harus bisa memotivasi kita untuk membalik keadaan.
Percayalah, tak ada keberhasilan yang manis sebelum kita mencecap pahitnya rasa kegagalan. Setiap orang punya kisah, keluh, kesah dalam hidup mereka. Aku, kamu, kita semua selalu punya alasan untuk berdalih menyalahkan hidup yang tak berpihak pada diri kita. Namun apakah kita telah pernah benar-benar menelanjangi diri dari pakaian kemunafikan yang selalu kita kenakan? Gagal pasti ada sebabnya. Sama seperti keberhasilan yang selalu bermula pada sebuah sebab yang menciptakannya.
Gagal bukan karma. Gagal itu bukan karena perbuatan buruk kalian yang dibayar dengan kegagalan oleh Tuhan. Tidak, Tuhan tidak securang itu. Dia mendidik kita dengan gagal supaya kita lebih bijaksana dalam cara dan sikap mensyukuri keberhasilan yang kelak Ia berikan untuk mengganti kegagalan hidup kita.
Ingatlah prinsip roda. Roda itu bundar dan selalu berputar. Namun ia berputar bukan tanpa usaha, ia butuh tenaga untuk menggerakkannya. Begitu pula alur hidup kita yang selalu digerakkan oleh tangan-Nya, berputar terus menggelinding. Memutar nasib baik kita pada nasib buruk. Memutar kesenangan kita pada nestapa tiada tara. Seperti halnya memutar gagal kita menjadi berhasil, berhasil menjadi gagal semau dan sesuka tangan-Nya.
Satu-satunya yang harus kita lakukan hanyalah berusaha menjadi roda yang baik bagi kehidupan kita. Teruslah berputar sebagaimana mestinya, berputarlah sehingga anak-anak tangga itu seolah berubah menjadi jalan menurun yang tak berundak-undak. Hingga roda kita bisa dengan mudah berputar dari atas-kebawah tanpa harus diberatkan oleh berbagai macam keluhan-keluahan, makian pada Tuhan, dan segala prasangka buruk yang dapat semakin memungkinkan Tuhan untuk memperlambat gerak roda kita.
Aku bicara soal hidupku, teman. Soal keberhasilanku mencapai kegagalan. Kegagalan yang sedang aku usahakan untuk menjadi sebuah keberhasilan manis yang akan aku hidangkan disisi pembaringan ayahku nanti.
Akh, beliau bahkan belum sempat melihatku mengenakan toga. Belum sampai hajatnya untuk menjadi wali ketika menikahkanku kelak dengan lelaki yang kupilih nanti. Tapi tak mengapa, dengan begitu bukan lantas beliau gagal menjadi ayah yang baik. Beliau sudah sangat berhasil mendidikku menjadi seorang putri yang kuat berdiri sendiri hingga saat ini. Beliau adalah seorang ayah paling sukses yang berhasil menanam kekuatan dalam jiwaku, walau terkadang tubuh ini terlalu rapuh untuk menopang semangat yang menyala-nyala dalam dada. Terima kasih Ayahku.. engkau segalanya untukku.
Untuk Ibu yang sangat aku sayangi, engkau pasti tau bagaimana usahaku untuk meyakinkan Tuhan agar selalu memutar rodaku. Kau bantu aku dengan do’a ditiap sepertiga malam, sampai sajadahmu selalu basah oleh air mata permohonan untuk keberhasilanku dalam hidup ini. Aku tau itu ibu, walaupun aku berpura-pura tidur, mata, hati dan telingaku selalu mendengar isakmu yang tertahan ditengah malam. Kau bahkan menjaga suara tangismu agar tak membuat aku terbangun. Engkau wanita paling berhasi sebagai ibu didunia kecilku. Kau ibuku yang paling juara yang bisa memberi contoh terbaik untukku. Jika aku menjadi seorang ibu kelak, aku mungkin tak dapat sebaik dirimu, namun aku akan selalu berusaha mengikuti jejakmu.
Lalu, apakah kalian masih akan menilaiku gagal? Semoga saja tidak. Aku ini seorang yang berhasil, berhasil menetapkan hati pada satu titik keyakinan paling mutlak pada Tuhan yang menciptakanku. Sekalipun roda membuatku berada dititik paling bawah, maupun pada titik paling atas, hatiku tetap berada pada tempatnya. Tubuhku mungkin terlalu jujur dalam membahasakan gembira dan putus-asaku. Aku kadang sakit, hingga daging dalam tubuhku menyusut seperti balon yang disimpan lama dalam ruangan dingin tanpa cahaya. Namun percayalah teman, hati dan jiwaku selalu sehat untuk menerima setiap perputaran roda yang selalu terjadi sewaktu-waktu dalam hidupku.
Aku bangga telah mengenal kalian. Teman-teman yang selalu mencemoohku, memujiku, berada disampingku selalu, mencintaiku dengan sangat, dan selalu menjadi cermin untukku. Kelak jika aku berhasil dalam pencapaian yang orang-orang harapkan dariku, nama kalian takkan tergeser sedikitpun dari ruang ingatku. Ini janjiku pada diriku sendiri. Dan kegagalan yang paling kutakutkan saat ini adalah, jika aku gagal menjadi teman yang baik untuk kalian semua.
Terimakasih hidup. Terimakasih rodaku. Terimakasih Tuhan, jangan bosan bermain denganku. Aku berjanji, hati dan jiwa ini akan selalu kuat demi mereka semua yang mencintaiku. Berhasilkan aku dengan sebuah pencapaian manis seperti mauku. Amin.

(Bolak-balik dengerin Somewhere I Belong-nya Linkin Park selama nulis ini.. )

Comments

  1. aku menangis.
    Tapi Tuhan, ada orang-orang gagal seperti Inazzzemmmmm ini disekelilingku, lalu kenapa harus kusesali dulu gagalku. kelak kami akan tertawa, menertawai tangisku kini.

    ReplyDelete
  2. karena gagal itu indah.. bukan, bukan indah dwi lestari sahabat qta, tp indah. iya indah, km tau indah kan? pkoknya indah yes!!! aku gak mau tau, pkoknya indah yg itu. arrgghh *banting meja*

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..