Kau lelaki linglung. Limbung dengan satu hantam
keragu-raguan yang merajam hati dan isi kepalamu. Sebegitu tinggikah benteng
ketakutanmu itu sehingga kau harus merasa pasrah jauh sebelum kau coba satu
kali saja tuk menerjangnya? Ataukah kau merasa lebih nyaman untuk berlindung
dibalik ketiak nyalimu yang penakut itu? Akh, lelaki… hidupmu tak jauh dari
kubangan bimbang dan kegamangan. Kau yang ciptakan, seharusnya kau tak turut
tenggelam! Kelak jika yang
tersisa hanyalah ruang demi ruang, adakah pintu ‘kan terbuka ketika kau
mengetuk? Lalu apakah puas ego lelakimu dengan hanya mengikhlaskan apa yang tak
pernah kau perjuangkan berada ditangan siapa saja selain KAU, lelaki-ku!!!
Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani
Comments
Post a Comment