Gara-gara
angin sibuk lalu-lalang sedari tadi, kotaku jadi masuk angin. Pohon-pohon
berantakan rambutnya, beringin sampai terbuka terus roknya. Ayam-ayam bengong
putus asa mengejar serangga yang lebih cepat terbangnya. Padi-padi yang
menguning sampai pegal-pegal dihempas angin, sebentar kekanan sebentar kekiri. Tapi
burung-burung kecil tak perduli, padi yang lemah dipatukinya sampai gundul
setengah. Ayam pun tak mau kalah, segera ia dekati padi paling pinggir yang
dapat diraihnya, namu petani keburu datang mengusirnya dengan marah. Ayam bengong
lagi, putus asa lagi. Angin menari lagi. Padi pegal lagi. Dan aku sibuk
mengoles minyak kayu putih pada punggung kota-tuaku yang gampang masuk angin.
Gerimis yang sesekali diselingi gemuruh Guntur yang bersahutan dan rumah yang lengang membuat saya ingin sedikit menorah beberapa hal yang semenjak beberapa waktu ini begitu mendesak ingin segera dituliskan. Kalau diingat-ingat lagi, saya memang sudah agak lama tidak lagi duduk dan bercerita di Bale Bengong ini kepada kalian yang tanpa sengaja tersesat disini. Dan kalau dipikir-pikir lagi, rumah ini tak terlalu lengang sekarang ini karena saya tidak sedang sendirian. Suami memang masih di kantor dan belum pulang, namun didalam rahim saya ada sesosok janin mungil yang kini genap berusia tiga bulan sedang menemani saya yang kesepian. “ Halo sayang, sehat-sehat selalu didalam perut ibu ya J ” Bicara tentang janin, hati saya mengembang lagi sekarang. Senang? Tentu saja.. tiga bulan ini telah menjadi saat-saat paling ajaib sejak kehadirannya. Janin mungil yang sebelumnya selalu kami sebut dalam do’a kini tengah meringkuk tenang didalam rahim saya, sedang tumbuh dan ter...
Comments
Post a Comment