Diam adalah sajak yang pecah lewat rona jingga ketika senja
menetas di kaki langit yang setengah muram, temaram.
Berserak satu dua kepingan hati yang bergetar ingin
menggoreskan pena hanya tentang sebongkah rasa yang tak pernah habis dijabarkan
oleh kata demi kata.
Huruf demi huruf pun layu.
Kata-kataku kelu tertahan di kerongkongan yang kering tanpa
pernah mengucap kerinduan yang dulu ku elu-elukan bersama namamu, selalu.
Senja tak lagi cerah ronanya. Langit tak lagi ceria
karenanya. Huruf-huruf enggan mewakili hati yang tak mau bicara.
Bagaimana aku bisa berpuisi, jika namamu dihatiku t’lah lama
mati?
Comments
Post a Comment