Skip to main content

corat-coret


Aku terlalu menuruti semua perintah hatiku. Seperti ada dibawah pengaruh mantra, jari-jariku otomatis mengetik bahasa kerinduan yang membuancah dalam benakku, lalu mengirimnya setelah memastikan benar namamu yang ku tuju, dan lalu menyesalinya sedetik setelah kupastikan pesan itu terkirim padamu. Mungkin kau belum selesai membacanya ketika rasa sesal ini semakin membuatku nelangsa. 

Akh, tapi masa bodoh. Kau bebas merdeka hendak berpikir apa tentangku, seperti halnya aku yang bebas merdeka berimaji apa-saja tentangmu.

Jika dapat ku tahan tubuh ini dari gerak-gerik yang membahasakan cintaku padamu, tentu kau takkan pernah tau bagaimana hatiku. Aku tak semudah itu untuk kau baca. Tapi tunggu, selama ini, pernahkah kau benar-benar mencoba untuk meraba huruf-hurufku? Aku hanya terlalu jujur berceloteh tentang semua warna rasa dalam dadaku jauh sebelum kau benar-benar mempertanyakannya.

Aku adalah buku yang jarang terbuka, sampai berdebu. Isiku terlalu rumit untuk dapat digapai nalar kekanakanmu yang meminta kesempurnaan yang tak ku punyai. Namun aku hanya membuka padamu, membiarkanmu membolak-balik halamanku, melipat beberapa nomor halamanku, mencorat-coret beberapa sudutku. Tapi kau tak pernah pahami aku! Kemudian kau tinggalkan aku terbuka begitu saja. Menurutmu bagaimana rasanya setelah tau ternyata aku hanya buku yang tak kau suka? 

Aku berakhir dengan kepercayaan yang mulai kubenci sebagai kesalahan dilangkah pertama saat mengenalmu. Kau kejam! Bolehkah aku memakimu? kau jahat karena tak berusaha lebih gigih untuk mengertiku. Nyatanya kau mudah jenuh, dan pergi dengan buku dongeng omong-kosong yang mudah kau terka akhir ceritanya.

Saat kau pergi, kini, jariku terbiasa mengetik kalimat-kalimat duka pada tiap pesan, tembok, pasir, tissue, sudut-sudut kertas, bungkus nasi, sampai dedaunan kering tak luput dari coretanku tentang kerinduan yang kurasa semakin sakit ini.

Kelak ketika datang hari dimana aku tersadar dari segala omong-kosong ini, kuharap jemari ini akan lebih bisa diajak berkompromi soal bahasa yang tak patut kujabarkan pada siapa yang berhak dan siapa yang tak berhak mengetahuinya. Ingat, aku adalah buku yang tak mudah dibaca semua orang. Maka setelah ini, takkan mudah bagiku untuk membuka pada sembarang orang sampai tiba saatnya seseorang brilliant yang mampu memahamiku diluar kepalanya, 

......dialah cinta yang sebenarnya.

Comments

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..