Pada hakikatnya manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang
selalu bersyukur dalam setiap peristiwa yang dialaminya... Coba deh perhatikan cerita orang-orang
disekitar kita:
“Eh,
kemarin si Anu kecelakaan ya.. tangan sama kakinya patah, sukur gak sampe meninggal”
”Rumah
Pak Anu habis kemalingan, sukur yang
ilang cuma mobilnya, bukan anak gadisnya”
”Nilai
UTS gue semester kemaren rata-rata C, semester ini juga..yah sukurlah daripada rata-rata D ”
”Si Anu
diputusin pacarnya.. sukur aja belum
sampai nikah, kasian kalo nikah dicerai statusnya jadi janda deh..”
Dan masih
banyak cerita lainnya yang biasa kita dengar sehari-hari dari orang-orang
disekeliling kita. Sadar atau tidak, kebiasaan berkata SUKUR itu sendiri
sebenarnya sudah terpeta dalam mindset masing-masing orang, sebagai bentuk
kehambaan hakiki seorang manusia yang selalu percaya akan adanya pertolongan
Tuhan mereka dalam setiap peristiwa.
Minimal, ’celoteh
iseng’ yang selalu menyertakan kata sukur
itu tadi adalah bukti bahwa tak perduli seberapa kuatnya manusia,
disaat-saat paling kritis dalam hidup mereka masih percaya akan adanya
pertolongan Tuhan yang tidak menjadikan peristiwa yang tengah mereka alami
terjadi lebih buruk dari yang menimpa mereka.
Dalam Islam,
terlepas orang tersebut selalu menegakkan Shalat lima waktu atau tidak,
diucapkan atau tidak, keyakinan kecil itu selalu ada dalam benak mereka. Bedanya
adalah cara pengungkapan mereka yang hanya lewat ’celoteh’ yang kemudian
berlalu begitu saja. Padahal, tanpa mereka dan kita sadari, peristiwa-peristiwa
kecil ataupun yang hampir mengantar kita pada saat paling kritis adalah cara
Tuhan ’berbicara’ pada kita tentang cara bersukur yang lebih pantas.
Jangankan
pada Tuhan, pada sesama manusia kita rela berusaha melakukan apapun yang
terbaik untuk mengambil hati mereka, demi sedikit pertolongan yang kita minta. Kenapa
kepada Tuhan yang Maha Pencipta kita bisa begitu kurang-ajarnya? Mari kita
renungkan bersama... Bersukurlah dengan menyenangkan-Nya juga.
Comments
Post a Comment