Pagi tak
pernah meninggalkanku sendiri.
Hanya
saja hati masih bernafsu melumat tubuh sepi, separuh mati.
Harapanku
bukanlah embun yang hanya mampir sesaat pada pucuk-pucuk daun, untuk kemudian
lenyap menguap ketika matahari kian tinggi.
Tidak. Akulah
pohon jati!
Yang takkan
kering meski kemarau mampir terlalu sering.
Aku
ilalang dan tak liar seperti binatang jalang.
Aku
langit yang selalu tenang meski mendung selalu membayang.
Sedangkan
kau?
Kau hanyalah bagian dari rencana Tuhan.. yang mungkin sewaktu-waktu akan dihapus dari
skenario hidup singkatku.
Aku
mencitaimu dengan separuh nafasku saja, karena aku masih merasa mampu bertahan
dengan separuh nafas yang tersisa (kalau-kalau kau tak lagi ada)
Kau
hanyalah malam yang datang ketika cakrawala tua tak lagi mampu menelan senja
dengan kobar jingganya.
Aku
mencintai malam, begitupun kecintaanku saat pagi lahir dari rahim ufuk keemasan.
Aku membutuhkanmu sama halnya dengan kebutuhanku akan kebebasan. –Aku tengah
bicara soal hati-
Aku
merindukanmu sedalam kerinduanku pada diriku sendiri –aku bicara soal harga
diri- Aku membutuhkanmu sama seperti aku membutuhkan udara untuk menyambung
nyawa –kupikir aku takkan mampu hidup tanpamu-
aku
mendoakanmu dengan setulus do’a –seperti aku akan mati esok hari saja-
Pagi tak
pernah meninggalkanku sendiri.
tak
seperti aku dihatimu,
yang
separuh mati.
Comments
Post a Comment