Skip to main content

Separuh Mati


Pagi tak pernah meninggalkanku sendiri.
Hanya saja hati masih bernafsu melumat tubuh sepi, separuh mati.

Harapanku bukanlah embun yang hanya mampir sesaat pada pucuk-pucuk daun, untuk kemudian lenyap menguap ketika matahari kian tinggi.
Tidak. Akulah pohon jati!
Yang takkan kering meski kemarau mampir terlalu sering.
Aku ilalang dan tak liar seperti binatang jalang.
Aku langit yang selalu tenang meski mendung selalu membayang.

Sedangkan kau?
Kau hanyalah bagian dari rencana Tuhan.. yang mungkin sewaktu-waktu akan dihapus dari skenario hidup singkatku.
Aku mencitaimu dengan separuh nafasku saja, karena aku masih merasa mampu bertahan dengan separuh nafas yang tersisa (kalau-kalau kau tak lagi ada)

Kau hanyalah malam yang datang ketika cakrawala tua tak lagi mampu menelan senja dengan kobar jingganya.
Aku mencintai malam, begitupun kecintaanku saat pagi lahir dari rahim ufuk keemasan. Aku membutuhkanmu sama halnya dengan kebutuhanku akan kebebasan. –Aku tengah bicara soal hati-
Aku merindukanmu sedalam kerinduanku pada diriku sendiri –aku bicara soal harga diri- Aku membutuhkanmu sama seperti aku membutuhkan udara untuk menyambung nyawa –kupikir aku takkan mampu hidup tanpamu-
aku mendoakanmu dengan setulus do’a –seperti aku akan mati esok hari saja-


Pagi tak pernah meninggalkanku sendiri.

tak seperti aku dihatimu,

yang separuh mati.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...