Skip to main content

pada hidup aku belajar tentang kehidupan


Hidup mengajariku bagaimana mencintai dengan penuh keikhlasan lewat seekor penyu yang rela meninggalkan telur-telurnya agar kelak mereka dapat berjuang sendiri, untuk hidup yang lebih baik, hidup mereka sendiri. Karenan keterbatasan sang penyu yang merasa takkan sanggup menjaga buah hatinya seorang diri.

Hidup juga mengajariku kesederhanaan lewat padi yang kian merunduk saat bulir-bulirnya padat berisi.

Hidup mengajariku bagaimana mencintai sekedarnya saja, lewat gerimis yang selalu romantis dan menyejukkan, namun menjadi dingin ketika gerimis menjelma hujan yang berlebihan.

Hidup pula yang mengajariku tentang bagaimana menjadi seorang yang kuat, lewat sebatang pohon yang terlihat rapuh dan keropos, namun sebenarnya memiliki akar yang kuat. Tak perduli seberapa kuat angin berusaha merobohkannya, ia tetap berdiri, walaupun sesekali ia merasa takkan lama lagi ia sanggup bertahan dengan angin yang terus-menerus mengusiknya. Dengan sedikit air, pohon tersebut akan tumbuh kembali. Menyejukkan mereka yang berteduh, menyenangkan hati mereka dengan buahnya yang rimbun. Aku dan pohon kering itu mungkin sama. Akan ada saat yang tepat air menyirami seluruh jiwaku yang kerontang. Hidup masih menungguku dengan sejuta pelajaran darinya untuk kuresapi, untuk ku mengerti.

Hidup mengajariku untuk menjadi seorang pendengar yang baik bagi siapapun yang ingin berbagi cerita padaku, lewat tanah yang menyerap air untuk kemudian menyimpannya dalam-dalam. Kelak, akan ada saat sebatang pohon kering yang membutuhkan air simpanan tanah tersebut. Itulah saat aku belajar untuk mengambil hikmah dari segala yang terlihat, terdengar, dan yang kurasakan disekelilingku.

Lewat hidup juga, aku belajar untuk selalu bersukur. Terkadang Tuhan mengujiku dengan banyak air mata pedih yang harus ku seka ditiap malam-malam saat mereka tertidur pulas dengan senyum mengukir ditiap bibir mereka.
Itulah saat aku merasa tiada penolongku selain Tuhan saja. Aku mendekat pada-Nya, berpasrah dan menyerah, seolah tiada lagi daya yang tersisa untuk sekedar menghirp udara kehidupan agar aku mampu berdiri lagi.
Tapi sebenarnya tidak. Aku salah persepsi dengan ujian yang Tuhan berikan padaku. Memang, sisi baiknya adalah aku menjadi kian dekat dengan Tuhanku. Namun bukan itu yang Ia mau sebenarnya. Ketika Tuhan mengujiku dengan bahagia tiada tara, saat itulah Tuhan ingin tau, siapakah nama yang pertama kali akan kusebut ketika hati ini bersuka cita dengan sesuatu yang Tuhan berikan. Namun aku terlalu jahat, terimakasihku bukan untuk Dia pertama kali, melainkan kepada manusia perantara-Nya yang sama lemahnya denganku. Begitu sering aku khianati Tuhanku, namun Ia masih ingin aku belajar lewat kehidupan yang masih Ia titipkan padaku.

Hidup punya banyak cerita lewat kediamannya.
Tuhan memberi kita mata untuk membaca isyarat yang tak terlihat.
Tuhan memberi kita telinga untuk dapat mendengar desah nafas alam yang tak terdengar oleh kepala-kepala yang sibuk memikirkan dunia saja.
Tuhan memberi kita tangan untuk dapat merasakan ilmu-Nya lewat sentuhan jiwa-jiwa yang percaya pada segala pemberian-Nya.
Begitu banyak yang Tuhan berikan. Takkan dapat dibandingkan dengan sedikit permintaan Tuhan padaku untuk selalu berserah pada-Nya.


Lalu nikmat Tuhan yang manakah yang aku dustakan? 

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...