Skip to main content

Ketika Kau Mati


Bagaimana rasanya berada pada liang sempit seukuran tubuhmu itu saja?

Dengan sehelai kafan sebagai selimut
Tanah lembab sebagai alas tidur
Bunga rampai mengering yang berantakan dihempas angin dingin sebagai atap, 
begitu rapuh....

Dinginkah yang kau rasa?
Saat tak ada teman untuk bicara melainkan hanya sepi yang tersisa

Bagaimana kau lalui hidup tanpa tawa?
Bahkan menangis pun kau tak tau bagaimana memulainya..

Entah dosa entah pahala yang kau bawa
Anggap saja itu kunci untuk membuka rumah abadimu nantinya
Liang sempit ini hanya sementara, bersabarlah sedikit lagi
Peluk dingin itu, hangatkan dengan ragamu yang beku
Ramaikan malam-malammu dengan sisa gelak tawa mereka yang belum merasakan yang kau rasa, 
toh, pada saatnya nanti mereka akan tau bagaimana rasanya

Dalam liang itu kau berbaring, tak bergerak lagi
Kau mati namun tak mati
Kau hidup namun tak hidup
Kau hanya tengah sekarat diantara dua dunia akan kau datangi dan tinggalkan

Kenanglah! 
Kenanglah segala yang t’lau kau torehkan semasa nyawa titipan-Nya masih bertengger pada tubuhmu yang rapuh

Ingatlah! 
Ingat-ingat segala janji yang sempat terucap namun hidupmu terlalu singkat untuk memenuhinya satu-persatu. Mungkin sekali waktu kau terlupa, alpa. Mungkin diwaktu lain sengaja kau buat dirimu lupa akan janji-janji yang pada akhirnya berujung  penantian pada orang yang kau janjikan. 
Apa lagi yang dapat kau lakukan? Kau sudah mati, teronggok dalam liang sempit, kau tak lagi kau jika kau hanyalah seonggok bangkai
Takkan mungkin kau kembali, mengakhiri penantian mereka akan janji-janjimu

Liang sempit itu tak senyaman kamarmu
Tanpa MP3, tanpa televisi
Tanpa kipas yang kau miliki hanya kapas. Menyumbat lubang demi lubang disana-sini

Tak ada cahaya apalagi sinar mentari. Kau akan kehilangan pagi, siang, sore, malam yang dulu kau sia-siakan. Waktu hanya akan mengejekmu yang terdiam. Dan detik itu pula yang dapat kau lakukan hanya diam, menyesali waktu-waktumu yang berlalu tanpa sesuatu yang dapat menyelamatkanmu dari liang sempit yang kian terasa sempit itu

Dosa-dosamu mengetuk dari detik ke detik, sedang pahalamu tak cukup banyak untuk menjadi pembelamu. Sesalkah yang kau rapal dalam mulutmu yang mengatup rapat itu? Sudah biru warnanya... satu dua cacing ingin mengulum ranumnya bibirmu, namun kau bahkan tak dapat berteriak jijik untuk mengusirnya pergi.

Suara,
Sedih,
Bahagia,
Kekasih,
Ayah,
Ibu,
Rasa,
Dunia,
Tega membiarkanmu sendiri. Terpuruk dalam keterasingan
Hening mengejekmu lirih
Sepi memelukmu erat, menjerat
Mereka yang semasa hidup begitu kau agung-agungkan, kau perjuangkan, ternyata tak turut terkubur dalam liang sempit ini. Bersamamu. Tidak.

Dulu kau bagi makanan kesukaanmu pada mereka
Kini mereka pergi meninggalkanmu sendiri

Dulu kau tertawa bersama mereka
Kini untuk kau bagi sedikit air mata pun mereka tak lagi ada

Salah siapa liang ini dibuat begini sempit?
Salah siapa?
Salah siapa?

Salah siapa...?


Salah siapa.............?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tanya hatimu saja.



Comments

  1. hei inaz...

    anda beruntung mendapatkan liebster award... disila mampir di http://ryuazalez.blogspot.com/2012/09/still-liebster.html#comment-form
    untuk mengambil awardnya...

    ReplyDelete
  2. we live alone. we die alone. all the rest is only illusion.
    jadi inget mati. huaaaaah..... apa yang telah kulakukan ini tuhan?????

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..