Sering
kita buru-buru menyalahkan setan atas pekerjaan yang kita tunda untuk
dikerjakan. Akh, mungkin tak enak rasanya jika aku sebut kita disini. Sebut saja
aku.
Aku
seringkali menunda pekerjaan yang seharusnya bisa kulakukan pada saat itu juga.
Dan ketika segalanya sudah menjadi terlambat, setan selalu jadi kambing hitam
atas kesalahan yang telah aku lakukan itu.
Sepele memang,
sekedar berkata ”nanti saja”, ”sebentar lagi”, ungkapan kecil yang siapapun
bisa mengatakannya. Sekalipun hanya bisikan halus dalam hati, kesemua itu
tetaplah berasal dari diri sendiri. Setan hanya memfasilitasi dengan
pembelaan-pembelaan kecilnya yang meletup-letup tanpa aku sadari. Tapi tetap,
semua itu berasal dari aku sendiri bukan?
Itu baru
sekedar menunda pekerjaan. Bagaimana dengan dosa-dosa kecil lainnya? Terlebih dosa
besar yang telah dipetakan takarannya sesuai dengan apa yang telah aku lakukan.
Lagi-lagi setan menjadi satu-satunya terdakwa atas segala tuduhan Tuhan atas
kesalahan yang telah aku buat.
Ungkapan ”aku
hanya manusia biasa yang tak luput dari dosa” bukannya menyadarkanku lama-lama
malah menjadi tameng untuk membuatku lebih kreatif dalam beralibi, dan menciptakan
modus bahwa ”itu hanya dosa kecil, Tuhan kan maha pemaaf” . BAH!
Aku selalu
berdoa pada Tuhan, “Ya Tuhan..aku sungguuh berlindung pada-Mu dari godaan setan
yang terkutuk..”.
Mungkinkah
suatu saat harus kuganti isi do’aku dengan memohon perlindungan dari godaan “aku”
yang terkutuk?
Bukankah segala
macam godaan pada mulanya datang dari diri sendiri?
Kembali aku
tegaskan, setan hanya memfasilitasi segala macam niatan busuk sekecil apapun. Ibarat
maling yang diberi kuasa penuh atas kunci rumah yang penuh dengan bongkahan
permata didalamnya. Tak mungkin
maling tersebut akan membiarkan berlian itu utuh begitu saja ditempatnya bukan?
Mungkin seperti itu relasi yang dekat antara aku dan setan dalam diriku.
Boleh jadi
aku tak mengenal setan-setan diluar sana. Terserah seperti apa cara mereka
dalam menggoda otak manusia. Aku hanya bicara soal sekompeni setan yang
bersarang dalam liang hatiku.
Kadang,
setan menjebakku dengan cara yang seolah-olah mengarahkanku pada kebaikan. Padahal..
ada sombong yang terselip didalamnya.
Hal yang
seperti itu bagiku sangatlah sepele, padahal dalam agama yang begitu tegas
batas hitam dan putihnya sama sekali tidak mentolerir se-sepele apapun
kesalahan. Hitam ya hitam. Putih ya putih. Belum ada sejarahnya tiba-tiba agama
menghalalkan yang haram. Pun sebaliknya. Tuhan begitu tegas soal yang satu ini.
Namun
setan, dengan segala tipu dayanya terlalu sering berhasil membuat aku
membolak-balik hitam menjadi putih, putih menjadi hitam, adapun hitamku semakin
suram jadinya dengan sedikit sentuhan si setan itu tadi.
Sudah saatnya
aku berkenalan dengan setan ini (baca: dengan aku sendiri). Tak pernah bosan
Tuhan berteriak lantang tentang kompensasi bagi setiap buih perbuatan yang
telah aku lakukan. Adapun janji-Nya adalah surga bagi si putih, dan neraka bagi
si hitam.
Jelaslah
setan menggodaku terus-menerus. Mereka ingin aku temani di neraka sana, mengingat
Tuhan menciptakan mereka dengan jumalah yang terbatas jika dibandingkan dengan
manusia. Mereka hanya tak ingin kesepian. Mungkin seperti itu. Maaf jika
pemahamanku kurang tepat dibagian ini.
Sedemikian
jelas janji Tuhan kepadaku. Lantas apa yang aku tunggu?
Setan masih
ada dalam diriku. Akupun masih belum bisa memisahkan aku dengan sisi setanku.
Kembali mencuat
pertanyaan dalam benakku, untuk Tuhan pastinya, ”mengapa KAU ciptakan aku
dengan dua wajah HITAM dan PUTIHku jika KAU hanya ingin agar aku mengikuti
perintah-MU, untuk kemudian mendapatkan janji surga yang KAU tawarkan untukku?”
Dari sini
mungkin dapat kusimpulkan, bahwa hidup di dunia ini adalah untuk berjuang. Bukan,
bukan berjuang melawan setan, tapi ini tentang perjuangan melawan DIRI SENDIRI,
dan sekompeni SETAN yang selalu ada dibelakang aku, kita, yang selalu
bersemangat untuk mengajak kita ke neraka.
Hidup ini
lucu.
Agama ini
lucu.
Tuhan....
entahlah, rahasia-Mu selalu memunculkan pertanyaan baru dalam benakku.
Selalu begitu.
Malang, 9
agustus 2012
Good. :)
ReplyDeletekadang kita perlu berterimakasih pada setan (baca: nama sebenarnya), karena darinya kita banyak belajar :)
ReplyDeletebanyak sisi positif dari setan yang baik untuk di tiru. salah satu contohnya: semangatnya yg tak kenal lelah menggoda manusia agar mengikuti jejaknya. andaikan kita bisa memiliki semangat yg sama tp untuk diaplikasikan ke hal baik, alangkah hebatnya kita bukan? :P
ReplyDelete