Skip to main content

Sebut Saja " SETAN" (Nama Sebenarnya)


Sering kita buru-buru menyalahkan setan atas pekerjaan yang kita tunda untuk dikerjakan. Akh, mungkin tak enak rasanya jika aku sebut kita disini. Sebut saja aku.

Aku seringkali menunda pekerjaan yang seharusnya bisa kulakukan pada saat itu juga. Dan ketika segalanya sudah menjadi terlambat, setan selalu jadi kambing hitam atas kesalahan yang telah aku lakukan itu.

Sepele memang, sekedar berkata ”nanti saja”, ”sebentar lagi”, ungkapan kecil yang siapapun bisa mengatakannya. Sekalipun hanya bisikan halus dalam hati, kesemua itu tetaplah berasal dari diri sendiri. Setan hanya memfasilitasi dengan pembelaan-pembelaan kecilnya yang meletup-letup tanpa aku sadari. Tapi tetap, semua itu berasal dari aku sendiri bukan?

Itu baru sekedar menunda pekerjaan. Bagaimana dengan dosa-dosa kecil lainnya? Terlebih dosa besar yang telah dipetakan takarannya sesuai dengan apa yang telah aku lakukan. Lagi-lagi setan menjadi satu-satunya terdakwa atas segala tuduhan Tuhan atas kesalahan yang telah aku buat.
Ungkapan ”aku hanya manusia biasa yang tak luput dari dosa” bukannya menyadarkanku lama-lama malah menjadi tameng untuk membuatku lebih kreatif dalam beralibi, dan menciptakan modus bahwa ”itu hanya dosa kecil, Tuhan kan maha pemaaf” . BAH!

Aku selalu berdoa pada Tuhan, “Ya Tuhan..aku sungguuh berlindung pada-Mu dari godaan setan yang terkutuk..”.
Mungkinkah suatu saat harus kuganti isi do’aku dengan memohon perlindungan dari godaan “aku” yang terkutuk?
Bukankah segala macam godaan pada mulanya datang dari diri sendiri?
Kembali aku tegaskan, setan hanya memfasilitasi segala macam niatan busuk sekecil apapun. Ibarat maling yang diberi kuasa penuh atas kunci rumah yang penuh dengan bongkahan permata didalamnya. Tak mungkin maling tersebut akan membiarkan berlian itu utuh begitu saja ditempatnya bukan? Mungkin seperti itu relasi yang dekat antara aku dan setan dalam diriku.

Boleh jadi aku tak mengenal setan-setan diluar sana. Terserah seperti apa cara mereka dalam menggoda otak manusia. Aku hanya bicara soal sekompeni setan yang bersarang dalam liang hatiku.
Kadang, setan menjebakku dengan cara yang seolah-olah mengarahkanku pada kebaikan. Padahal.. ada sombong yang terselip didalamnya.
Hal yang seperti itu bagiku sangatlah sepele, padahal dalam agama yang begitu tegas batas hitam dan putihnya sama sekali tidak mentolerir se-sepele apapun kesalahan. Hitam ya hitam. Putih ya putih. Belum ada sejarahnya tiba-tiba agama menghalalkan yang haram. Pun sebaliknya. Tuhan begitu tegas soal yang satu ini.
Namun setan, dengan segala tipu dayanya terlalu sering berhasil membuat aku membolak-balik hitam menjadi putih, putih menjadi hitam, adapun hitamku semakin suram jadinya dengan sedikit sentuhan si setan itu tadi.

Sudah saatnya aku berkenalan dengan setan ini (baca: dengan aku sendiri). Tak pernah bosan Tuhan berteriak lantang tentang kompensasi bagi setiap buih perbuatan yang telah aku lakukan. Adapun janji-Nya adalah surga bagi si putih, dan neraka bagi si hitam.
Jelaslah setan menggodaku terus-menerus. Mereka ingin aku temani di neraka sana, mengingat Tuhan menciptakan mereka dengan jumalah yang terbatas jika dibandingkan dengan manusia. Mereka hanya tak ingin kesepian. Mungkin seperti itu. Maaf jika pemahamanku kurang tepat dibagian ini.

Sedemikian jelas janji Tuhan kepadaku. Lantas apa yang aku tunggu?
Setan masih ada dalam diriku. Akupun masih belum bisa memisahkan aku dengan sisi setanku.
Kembali mencuat pertanyaan dalam benakku, untuk Tuhan pastinya, ”mengapa KAU ciptakan aku dengan dua wajah HITAM dan PUTIHku jika KAU hanya ingin agar aku mengikuti perintah-MU, untuk kemudian mendapatkan janji surga yang KAU tawarkan untukku?”

Dari sini mungkin dapat kusimpulkan, bahwa hidup di dunia ini adalah untuk berjuang. Bukan, bukan berjuang melawan setan, tapi ini tentang perjuangan melawan DIRI SENDIRI, dan sekompeni SETAN yang selalu ada dibelakang aku, kita, yang selalu bersemangat untuk mengajak kita ke neraka.

Hidup ini lucu.

Agama ini lucu.

Tuhan.... entahlah, rahasia-Mu selalu memunculkan pertanyaan baru dalam benakku.
Selalu begitu.



Malang, 9 agustus 2012

Comments

  1. kadang kita perlu berterimakasih pada setan (baca: nama sebenarnya), karena darinya kita banyak belajar :)

    ReplyDelete
  2. banyak sisi positif dari setan yang baik untuk di tiru. salah satu contohnya: semangatnya yg tak kenal lelah menggoda manusia agar mengikuti jejaknya. andaikan kita bisa memiliki semangat yg sama tp untuk diaplikasikan ke hal baik, alangkah hebatnya kita bukan? :P

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...