Skip to main content

Impian Usang


Impian Usang


aku membayangkan diriku tengah berdiri tegap dengan toga-ku, menyambut kedua orangtuaku yang sesekali mengusap air mata mereka- haru menyeruak diantara serpih-serpih udara-dan aku terdiam, lidahku kelu..
kupandangi mereka satu persatu, inci demi inci
Ibu..
Kau pertaruhkan nyawamu untukku saat aku memaksa tuk lahir kedunia,
aku buat kau lelah bermalam-malam dengan rengek tangisku saat aku masih kanak-kanak
aku buat kau terjaga semalaman saat aku sakit,
dan aku banting pintu dihadapanmu saat tak kau penuhi inginku saat aku dewasa
tapi apakah kau menyimpan dendam? tidak, kau tetap selalu menanyakan kabarku setelah itu
kau tetap sebut namaku dalam setiap do'a yang kau panjatkan..
Ibu, maafkan aku.. aku mencintaimu !
Ayah..
kalau boleh ku katakan 'seandainya kau masih ada disini, memandangiku dengan toga-ku dan melihat tatapanmu yang bangga terhadapku......' 
tapi kini Kau tak bisa bersanding bersama Ibu untuk menyambut hari bahagiaku
teringat saat aku begitu manja minta digendong dipundakmu,
saat aku meminta uang yang tak sedikit untuk hal yang tidak penting,
padahal siang malam kau banting tulang demi uang itu
tapi kau tak pernah mengecewakanku, kau turuti semua pintaku ayah
Izinkan ku kecup keningmu ayah.. bukan hanya dalam angan, aku ingin buatkan segelas kopi lagi untuk temani pagimu yang cerah, seperti dulu
Aku merindukan tatapanmu, lebih-lebih dihari bahagiaku nanti
sejenak ku renungkan hayalku sembari memandangi foto Ayah, pun foto ibu
kini mereka tak lagi muda ternyata
wajah yang dulu halus kini berkerut disana-sini
bahu yang dulu tegap kini terbungkuk
kurusnya tubuh kalian digerogoti waktu
hanya cinta kalian yang tak pernah menua dimakan usia, malah bertambah kokoh, dan membuatku bertahan hingga saat ini..
Tuhan.....Izinkan aku membahagiakan mereka, Izinkan aku penuhi asa yang selalu meraka angan-angankan..
beri aku kekuatan hinga akhir dayaku, hingga aku mampu membuat mereka bangga menyebut namaku..
La haula wa la quwwata illa billah.. 
Karangasem, 24-01-12

Comments

Popular posts from this blog

Untuk seorang teman yang sedang bersedih ;)

Akan ada saat dimana kamu merasa begitu rapuh, bahkan terlalu rapuh untuk sekedar membohongi diri bahwa kamu sedang baik-baik saja. Air mata itu tak dapat lagi kamu tahan dengan seulas senyum yang dipaksakan, hingga pada akhirnya wajahmu akan membentuk ekspresi bodoh dengan mata yang berulang-kali mengerjap demi menahan bulir-bulir air yang hendak membanjir dipipi, lalu mengalir kedasar hati. Itulah saatnya kamu untuk berhenti berlagak kuat. Akui saja kalau kamu sedang kalah, kalah pada penguasaan diri yang biasanya selalu kau lakukan dengan baik. Kadang, terus-menerus menipu diri dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja -padahal kamu remuk-redam didalam- malah akan semakin membuatmu terluka. Lepaskan… tak perlu lagi kau tahan, Suarakan, untuk apa kau bungkam? Tunjukkan! Tak perlu lagi dipendam… Jujur pada diri sendiri adalah wujud penghargaan paling tinggi pada diri sendiri. Kamu tau? Walaupun seluruh dunia memalingkan wajahnya darimu, ketika kamu   jujur ...

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w...

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memera...