Skip to main content

Sumpek Itu Indah Part.I

Sumpek Itu Indah

Entah kenapa setiap aku berpikir soal itu kepalaku rasanya penuh sesak oleh segala macam persoalan lain yang berdesak-desakan menjejali tempurung kecilku ini. Duniaku akhir-akhir ini begitu muramnya, sampai-sampai aku lupa bagaimana warna pagi setiap harinya. Bagaimana aku tau? Mataku terus terjaga setiap malam, dan tak bisa dibuka keesokan harinya. Kalau saja dengung azan dari menara-menara masjid itu tidak sebegitu hebatnya menerobos lubang kupingku, aku mungkin masih saja akan terlelap sampai ketika matahari sudah mencapai ubun-ubun mereka yang diluar sana.
Sumpek. Itulah istilah yang sering diucapkan teman-teman Jawa-ku ketika sedang dihadapkan pada sebuah persoalan. Atau galau, bahasa umum yang sering aku jumpai di situs-situs jejaring sebagai ekspresi kesumpekan mereka. Terserahlah. Apa saja istilahnya, sama saja yang aku rasa, pun seperti mereka. Aku sedang sumpek, sedang galau memikirkan itu lagi itu lagi.
Ku hela nafas panjang. Ketika sadar kalau aku akan menghadapi hari yang berat lagi. Sama seperti hari-hari yang lain. Sama beratnya. Sama sumpeknya. Kalaupun aku beruntung bertemu teman-teman yang membuatku tertawa, tawaku tak lagi sama. Hanya bumbu pelengkap saja. Hanya formalitas saja. Aku tertawa untuk mereka, bukan untuk tawaku sendiri. Menyedihkan.
Hari ini aku akan ke kampus untuk mengurus surat mutasiku ke kampus lain. Memikirkannya saja sudah membuatku mual. Ada begitu banyak list tahapan yang harus aku lewati. Dan semuanya membuat hatiku lemas, mengingat yang akan aku hadapi nanti bukanlah orang-rang sembarangan. Mereka pastinya akan bertanya A B C yang tak ingin aku jawab. Belum lagi bertemu dengan si Anu, si Ini, si Itu..akhhh, sumpek!
Sebal aku pada waktu. Begitu cepatnya ia berlalu. Dengan sombongnya melengang pergi tanpa permisi. Karena  semakin bertambah hari, aku semakin menemukan diriku terperosok lebih jauh dalam lubang kesesatan ini. Aku bingung. Hilang arah. Tapi aku tetap diam, tak beranjak sedikitpun untuk merubah semuanya. Andaikan dengan menangis keadaan ini akan menjadi lebih baik dengan sendirinya, aku bahkan rela menangis darah sejadi-jadinya!
Mendadak, ada banyak kata andaikan menari-nari diambang renunganku. Akh, setan. Kau goda aku lagi dengan segala iming-iming yang semakin membuatku jauh dari jalan keluar maslah-masalah ini.
Terbersit dalam benakku nama Tuhan yang sempat aku lupakan. Jauh dalam lubuk hatiku ada suara penuh rasa bersalah yang meminta maaf dengan lirih pada Tuhanku itu. Namun ego manusiaku yang lebih dari setengahnya tengah dikuasai setan ini masih saja enggan untuk menyandarkan beban ini pada-Nya. Iya, aku mungkin tengah kesetanan.
Tak heran bila kesumpekan ini belum mau beranjak dari diriku. Tak perduli seberapa cerahpun cuaca diluar sana, wajahku selalu diselimuti mendung muram yang membuat wajahku semakin kusam. Jerawat beranak-pinak disana-sini. Persetan. Aku malas bercermin. Walaupun aku tak cantik, aku tak seperti kebanyakan wanita yang begitu gila akan kecantikannya sendiri. Narsis. Bagiku saat ini urusan kuliahku yang sedang amburadul ini jauh lebih penting dari apapun juga.

Comments

  1. kpan part II nya, yg ngungkapin keindahan dari sumpek?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

kejutan

Malam itu saya nyaris tidak bisa tidur memikirkan sebuah benda kecil yang saya beli beberapa jam sebelumnya. Pikiran saya nyaris tidak teralihkan dari benda kecil itu.. memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi, kejutan apa yang sedang menanti saya, dan perubahan apa yang akan dia bawa nantinya. Berjam-jam sibuk memikirkan itu hingga tanpa sadar saya pun jatuh tertidur, dengan mimpi tentang benda kecil tersebut. Subuh mengetuk jendela, dan seketika saya membuka mata. Inilah saatnya! Kata saya dalam hati. Ini saat yang saya tunggu-tunggu sejak kemarin. Saya pun beranjak dari kamar dan meraih benda kecil yang kemarin saya beli kemudian masuk ke kamarmandi tanpa pertimbangan apapun lagi. Dan benar saja, benda kecil itu memunculkan dunia garis merah yang sangat saya nantikan. Dan astaga, kalau saja saya tidak sedang berada di kamarmandi, mungkin saya sudah berteriak sejadi-jadinya!  Dengan senyum mengembang lebar saya tunjukkan benda kecil itu pada suami, dan Ia tersenyum..