Senja kali ini masih sama teduhnya seperti senja
diwaktu-waktu yang lalu.
Masih setia memayungi dahiku yang berkerut, setelah seharian
mengais asa diantara puing-puing mimpi yang berserak dihempas angin ribut subuh
tadi.
Peluh mengucur deras namun aku tak perduli. Pendar jingga
dibatas cakrawala itu menentramkan hatiku, entah bagaimana.
Satu waktu yang kunanti diantara sekian lamanya
waktu, ialah senja ini.
Aku melihatmu pada senja. Karena pada hangat sinarnya
kurasakan lembut tanganmu mengusap peluhku.
Pada senja aku merasakan hadir-NYA dengan lebih
nyata.
Letupan kecil dalam hatiku berkata tentang
ketidak-sabarannya menanti datangya senja. Layaknya bocah kecil yang
mondar-mandir didepan pintu menanti kedatangan ayahnya yang seharian pergi
bekerja, kalau-kalau ada sebingkis oleh-oleh untuknya.
Senja adalah Ayah bagiku, yang membuatku merasa aman.
Senja kadang terdengar seperti kidung puja-puji, yang
menentramkan relung jiwa yang senantiasa memberontak, haus akan kasih sayang.
Senja selalu mampu menunjukkan betapa Ia begitu
sabar, tak pernah sekalipun ia tunjukkan kemarahan melalui teriknya.
Aku begitu memuja senja, entah bagaimana..
#Akankah aku menjadi senja bagimu nanti, sayang?
Comments
Post a Comment