Aku ingat hari itu, ibu mengenakan baju berwarna biru memandangku dengan matanya yang sayu, namun saat ku balas tatapannya Ia memalingkan muka, menepis butir air yang mengintip disudut matanya. Aku tau Ia menangis, namun Ia tak mampu membedakan apakah itu tangis sedih atau bahagianya. Begitupun aku. Kami berdua pun menangis tanpa alasan yang pasti. Apakah untuk menangis kami butuh alasan? Tidak. Atau,. alasan itu sebenarnya ada namun kami tak tau harus menamainya apa. Mungkin kelak aku akan dapat menjabarkan tangisan itu dalam tulisan. Nanti, saat puteri kesayanganku hendak dinikahi orang. Nanti, saat jurang perpisahan dengan puteriku menganga curam diantara kami. Dan nanti, saat aku harus ikhlas melepas puteriku kedalam pelukan lelaki yang berjanji untuk menjaganya sampai mati dalam suka maupun duka, walaupun aku masih merasa tak akan ada yang dapat mencintai puteriku dengan segala kelebihan dan kekurangannya sedalam aku mencintainya. Nanti aku akan merasakan itu ...
~Dari Kata Turun Ke Hati~