Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2015

Palangka Menguning

Foto diambil dari depan Polres Palangka Terhitung sejak pertengahan Agustus lalu sampai hari ini asap masih mengepung disegala penjuru hingga ke sudut-sudut kota Palangka Raya. Nggak cuma diluar, kadang asap juga masuk sampai kedalam rumah sampai-sampai untuk bernapas saja rasanya sakit. Menyalakan kipas angin sepanjang waktu juga tidak banyak menolong. Dan hari ini asap berwarna kuning kemerahan disini. Bisa dibayangkan bagaimana sesaknya kami? Dada dan mata terasa perih, tenggorokan sakit, dan kepala jadi gampang pusing. Kami rindu langit biru, kami juga rindu bernapas lega. Kalau saja paru-paru ini bisa bicara, tentu ia sudah menjerit setiap saat. Tapi kami tetap bertahan, karena kami percaya Tuhan akan segera menyudahi bencana ini. Hari ini saya menulis catatan ini agar saya selalu ingat untuk bersyukur. Ketika Tuhan mengkaruniai saya dengan udara bersih dan lingkungan yang aman serta nyaman, terkadang saya luput untuk sekadar mengucap kata terimakasih pada-Ny

Sudah siapkah saya menjadi seorang ibu?

“ Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya CUMA jadi ibu rumah tangga?” Mana orangnya yang ngomong kayak gitu? Mana?! Gue beliin terang bulan lu biar kapok! I mean, hellaaaaww?? Memangnya untuk menjadi ibu rumah tangga nggak perlu sekolah, gitu? Kebalik, justru karena kamu akan jadi ibu rumah tangga, sebaiknya tuntutlah ilmu setinggi mungkin, yah.. meskipun ilmu nggak punya salah apa-apa sama kamu~ Saya memang baru saja menikah, kurang lebih baru tiga bulanan lah. Tapi saya sadar, menjadi ibu rumah tangga itu nggak gampang. Kita jadi punya tanggung jawab baru. Kalau dulunya cuma mikirin diri sendiri, sekarang ada satu orang lagi yang harus dipikirkan, yaitu pasangan kita. Mikirin besok dia mau dimasakin apa, mikirin gimana caranya untuk menciptakan suasana rumah yang nyaman, mikirin gimana caranya mengelola keuangan, dan masih banyak hal lagi yang kesemuanya itu sangat-sangat berbeda dari sewaktu kita masih single. Itu baru mikirin suami. Lah, nanti kalau su

The (best) Book I never Wrote

Tiap saat berhadapan dengan kertas kosong yang masih putih bersih, saya sadar kalau membangun dunia itu tidak semudah meludah. Bukan dunia beserta isinya, tapi dunia khayal saya sendiri. Kalau kata pepatah China, perjalanan sejauh 1000 mil harus dimulai dengan langkah pertama. Nah, masalahnya disini saya selalu kesulitan untuk memulai langkah pertama tersebut. Saat ini saya dalam proses menulis sebuah novel. Dan jujur saja, selama hampir dua bulan ini proses tersebut masih saja stuck di prosentase terkecil, yaitu sebanyak 2% saja. Ide sudah ada, tema pun sudah terpikirkan sejak jauh-jauh hari. Tokoh? Tentu saja itu hal pertama yang terpikir sejak awal saya berniat untuk menulis novel ini. Begitupun dengan syarat-syarat penulisan novel lainnya, hampir semuanya sudah saya lengkapi, kecuali satu hal saja: saya bingung mau mulai bercerita dari mana! Tapi biar bagaimanapun juga, saya sangat menikmati setiap proses ini. Keinginan untuk merealisasikan khayalan saya dalam sebuah n

bohong

Aku tersenyum, dan Ia memilih untuk terjun bebas   kedalam mataku Menyelam semakin dalam lalu berdiam didasar hati Ia karang yang tumbuh ditempurung kepalaku, Karat pada besi yang sulit menjadi bersih kembali Ia merasuk dan seolah tak berusaha untuk mencari jalan kembali Bohong jika ku katakan aku tak senang. Bagaimana tidak? Aku bisa membawanya kemanapun bersama ingatanku Meletakkannya dalam saku, dekat dengan hatiku Lalu setiap saat aku rindu, tinggal ku kenang senyumnya itu Lalu waktu seperti membeku, namun tidak dengan air mataku Ia meleleh diantara segala yang diam tak bergerak Memberiku rasa hangat diantara dingin yang menusuk hingga ke tulang-tulang Bohong jika ku katakan kalau aku sedang berbohong Senyum itu adalah akar rindu yang selama ini mengakar kokoh didasar hatiku, Yang kubawa kemanapun aku pergi Saat aku di jalan, aku tak merasa sendirian Saat hujan menghunjam, aku tak kedinginan Saat aku duduk di perpustakaan yang lengan