Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2015

Temani Jessica

Anak itu selalu melambaikan tangannya setiap saat aku melintas dijalan itu. Dia selalu berdiri dibawah pohon asem yang ukuran batangnya cukup besar sehingga dua orang dewasa masih tak akan cukup untuk memeluknya. Pohon asem itu adalah pohon terbesar di kampung kami. Disana juga menjadi satu-satunya tempat paling sejuk diantara ladang disektiranya yang menjadi gersang di musim kemarau ini. Namun anehnya, orangtuaku tidak pernah mengijinkanku bermain disana. Jangankan untuk bermain, berteduh dibawah pohon itu saja tidak boleh. Sore itu Ibu meminta tolong padaku untuk ke warung membeli beberapa lilin, untuk berjaga-jaga kalau malam nanti listrik akan padam lagi seperti kemarin. Tanpa pikir panjang aku pun segera mengiyakan perintah Ibuku.  “Jangan lama-lama ya sayang, sebentar lagi adzan maghrib” pesan ibu dari ambang pintu saat aku beranjak pergi. Beberapa meter dari warung tempatku membeli lilin, aku melihat anak itu melambai-lambai ke arahku. Kali ini lambaian tangan

[REVIEW] Senyum Cantik, Senyum Khalisa Lip care

Sepanjang bulan September ini menjadi hari-hari paling kelabu bagi beberapa kota yang berada dipulau Sumatra dan Kalimantan. Bagaimana tidak, sudah satu bulan ini kabut asap mengepung akibat kebakaran hutan. Salah satunya adalah kota Palangka Raya yang menjadi tempat tinggal saya, bahkan kualitas udaranya sudah berada dilevel sangat berbahaya. suasana kota Palangka Raya siang hari Pencemaran udara yang sudah memasuki level berbahaya ini tidak hanya menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA, namun juga membuat mata menjadi perih dan dada mudah sesak. Selain itu, masalah yang tidak kalah memusingkan yang ditimbulkan oleh kabut asap ini adalah kulit menjadi lebih mudah kering. Terutama bibir yang merupakan bagian tubuh yang paling sensitive, bibir menjadi mudah kering dan pecah-pecah sepanjang waktu. Bagi seorang perempuan dengan pekerjaan yang mengharuskannya untuk bertemu dengan banyak orang setiap hari, tentu masalah ini dapat menimbulkan rasa

sepotong rindu yang tertinggal dirumah

Rumah bagi saya adalah sumber kerinduan. Sebuah titik untuk pulang dari perjalanan yang melelahkan. Satu-satunya tempat yang membebaskan saya untuk menjadi diri saya sendiri yang apa adanya. Dan juga satu-satunya tempat dimana saya merasa benar-benar ‘diterima’.  Di rumah itu masih ada Ibu yang saat ini mungkin sedang duduk seorang diri di bale sembari mendengarkan radio tuanya, sebuah kegiatan yang mestinya kami lakukan berdua. Saya dengan sebuah buku bacaan ditangan, dan Ibu dengan Radio tua disisinya, serta secangir kopi untuk kami nikmati berdua. Tanpa cemilan, namun setiap sore kami selalu hangat seperti itu. Ya, sesederhana itu. Di setiap jengkal rumah itu ada kenangan yang tak akan cukup jika saya ceritakan diatas lembar kertas ini. kenangan bersama almarhum bapak, abang, keponakan, saat suka maupun saat lara begitu ngilu terasa dalam dada. Rumah itu seakan memiliki lorong waktu disetiap sudutnya yang menawarkan diri untuk menjadi tempat persinggahan jika sewaktu-wa