Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2014

Ar-Rahmaan

Aku mempunyai seorang kakak laki-laki yang namanya serupa dengan salah satu surat dalam Al-Qur’an, yaitu Ar-Rahmaan. Dia, sosok kakak yang sangat penyayang, persis seperti makna dibalik namanya itu. Mungkin benar yang orang-orang katakan, kalau nama adalah do’a bagi pemiliknya. Maka tak salah jika Ayah dan Ibu memilih nama itu untuk kakakku tersayang. Usiaku dan usianya terpaut cukup jauh, lima belas tahun kalau tak salah kuhitung. Namun begitu, aku sangat dekat dengan kakak laki-lakiku yang bernama Rahman itu. Dan aku begitu menyayanginya dengan segenap hati. Kamu tau? Kakak laki-lakiku yang bernama Rahman itu sangat gagah orangnya. Tubuhnya tinggi  kekar, hasil dari banyak berolahraga dan seringnya menyabit rumput untuk pakan ternak-ternak kami. Alisnya hitam lebat dengan sorot mata yang tajam. Bibirnya sedikit tebal, dan hidungnya mancung. Walaupun kulitnya legam, dia terlihat lumayan tampan. Aku ingat saat usiaku sembilan belas tahun, disuatu siang yang terik tiba-tiba saja

detak demi detak

Aku masih terpaku pada suara detak yang muncul dari benda kecil itu. Setiap detaknya adalah detak serupa yang muncul dari dalam rongga dadaku. Setiap detaknya adalah detik yang berkurang dari usiaku. Tik..tok..tik..tok... Pada detak pertama ada perasaan asing yang datang menghampiriku, dan pada detak yang sama itu pula aku merasa ada sesuatu yang bergerak menjauhiku. Dan aku menikmati semua pergerakan datang dan pergi itu sembari mendengarkan suara detak dari benda kecil itu, pun detak dari rongga dadaku. Tik..tok..tik..tok.. Waktu meninggalkanku, selangkah, dua langkah lalu beribu langkah jauh dariku. Tik..tok..tik..tok.. Penyesalan datang memelukku. Sebelum aku sadar akan segala yang telah kulakukan dimasa lalu, detak itu kembali terdengar memburu telingaku. Seolah Ia ingin berkata ‘maaf, aku tak dapat menunggumu..’ Tik..tok..tik..tok.. Detak itu terus bergerak, merangkak, kemudian berlari ketika dengan sekuat tenaga berusaha ku tahan Ia. Detakku dan detaknya tak

Kamarku Istanaku

Aku memang lebih suka seperti ini, memaku diri dalam penjara imajiner yang kuciptakan sendiri. Kubiarkan diam mengajakku bicara semaunya, hingga ia lelah, hingga tak kudengar lagi bingar suaranya ditelingaku. Hanya di kamar ini kutemukan waktu istimewaku untuk bercakap dengan pikiranku sendiri. Apa yang ku mau, apa yang ku rasa, dan apa yang ingin ku katakan, yang sebisa mungkin tak ku ungkapkan saat berada diluar sana kini membuncah bak air bah, di kamar ini. Dan aku sangat menikmati saat-saat seperti ini... Berbeda dengan mereka, aku memang  punya caraku sendiri untuk melegakan sesaknya hati. Dan disini, di kamar ini, aku memenjara diri dan membiarkan sedihku bebas berkelana, mengudara, untuk kemudian menjelma hujan dikedua pipiku. Biarlah. Aluna Maharani

bagimu agamamu, bagiku agamaku

Aku lupa kapan pertama kalinya aku menyukaimu, yang aku tau...sampai detik ini rasa itu masih untukmu. Dan y ang aku tau, sejak dulu kamulah yang membuatku betah berlama-lama merayu Tuhanku agar diberikan-Nya hatimu padaku. Sering ku pinta bermacam-macam do’a pada Tuhan, namun aku heran...selalu namamu yang paling sering kusebutkan. Untukmu kuminta kebaikan, kebahagiaan dan kesehatan yang selalu. Sama seperti yang ku pinta untuk diriku sendiri. Dan ‘aamiin’ yang kusebut berulang-ulang dipenghujung harapku menjadi simpul yang kian mengukuhkan kesungguhan pintaku, yaitu kamu. Aku tau, Tuhan sedang melukis kita diwaktu yang sama, namun pada dua kanvas yang berbeda. Aku dilukis-Nya dalam sujud, dan kau yang tengah larut menyeru nama Tuhanmu dengan berlutut. Dan aku pun tau kalau do’a kita sama, walau Tuhan yang kita sebut berbeda namanya. Namun apakah karenanya kita tak boleh bersama? Jika diatas perbedaan itu kita masih mampu berdiri, lalu untuk apa kita harus berlari darinya? Ny