Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2013

Main Ayunan, yuk!

Hidup itu kadang sesederhana bermain ayunan yang kedua talinya diikat pada dahan sebuah pohon. Kadang membawa kita melambung tinggi keatas, kadang kembali merendah kebawah. Kadang berayun dengan kencang, kadang pelan-pelan. Dan begitu seterusnya selama masih ada tenaga yang mendorong tubuh untuk tetap berayun-ayun. Begitupun hidup. Sedih dan senang dapat kita rasakan bergantian, dengan porsi yang telah ditakar seadil-adilnya oleh Tuhan. Tidak ada orang yang seumur hidupnya bahagia terus, dan belum ada juga orang yang sejak lahir sampai matinya nelangsa terus. Pasti ada jeda . Setelah sedih yang panjang, pasti ada bahagia setelahnya. Pun demikian sebaliknya. Yah, ibarat spasi disela kata, kita kadang butuh kesedihan disela bahagia kita, karena dengan begitu hidup jadi lebih mudah kita baca . Dalam hal ini, Tuhan lah satu-satunya yang memiliki andil dalam mengatur porsi masing-masing bahagia dan kesedihan itu sendiri. Kapan saatnya kita terpuruk, kapan saatnya kita berjaya, semua

Bermain Dengan Waktu

Aku masih disini, terjebak diantara jarum jam yang beku. Lama sekali saat terakhir kulihat ketiga jarum jam itu melaju dengan kecepatan peluru. Memutar waktu, menjadikan detik beranjak ke menit, menit ke hitungan jam, jam berlari menuju hari, dan tiba-tiba hari telah berganti tahun. Dan segalanya terjadi begitu saja, serupa peluru yang meletus dari moncong pistol, waktuku pun melesat dengan terlalu tergesa. Jarum jam itu kembali ketempatnya semula, namun dengan hitungan yang tak lagi sama. Membuat segala yang terjadi ’dulu’ kini kusebut sebagai kenangan lama. Ya, kini semua tak lagi sama. Waktu begitu kejam meninggalkanku tanpa aba-aba. Waktu selalu pergi tanpa pertanda. Tiba-tiba aku teringat akan permainan Tuhan. Permainan roda kehidupan, begitu Ia namakan. Permainan ini adalah tentang ’melaju dan bertahan’, berbatas waktu, dan dengan hitungan tak ada kalah menang. Bagaimana mungkin ada permainan yang meniadakan kalah dan menang? Entahlah, pada bagian itu Tuhan diam s

White Sand Beach - Karangasem

Thanks GOD, it's Sunday! Lepas dari rutinitas yang kerap membuat saya bosan selama enam hari dalam seminggu membuat saya begitu bersemangat saat seorang sahabat mengajak saya pergi ke pantai.  Dan tujuan kami kali ini adalah Pasir Putih, atau yang dikalangan bule dikenal dengan nama White Sand beach.  Pasir putih terletak di Karangasem, tepatnya di desa Prasi, kurang lebih 2 jam dari Denpasar. Posisi pantai yang agak 'tersembunyi', membuat pantai ini masih jarang dikenal oleh wisatawan asing. Namun justru hal inilah yang menjadi kelebihan pasir putih, pantainya tetap bersih, tenang, dan jauh dari hiruk pikuk keramaian seperti pantai-pantai terkenal lain di pulau Bali. Seperti namanya, Pasir Putih memiliki pasir yang berwarna putih dan berkilauan saat diterpa sinar matahari. Diapit oleh dua bukit disisi kanan kirinya menyebabkan pantai ini agak sedikit terlihat seperti teluk, namun sama sekali tak mengurangi keindahannya. Pantai kecil ini hanya berjarak 3km da

confusion

Titik cahaya itu tiba-tiba menjadi kecil, kian mengecil, namun memanjang serupa benang metalik yang terang dikegelapan. Benakku yang sejak semula abu-abu pun kian meragu untuk semakin jauh menyeret langkah, aku membatu. Hanya ada dua kemungkinan yang akan ku temui jika ku ikuti benang cahaya itu, namun aku terlalu takut untuk memilih satu diantaranya. Sejenak kudapati tubuhku mengecil, lalu kembali normal seperti sedia kala. Sebentar kemudian tubuhku bergetar, pun jantungku gemetar. Lalu sedetik kemudian kutemukan tenang merambat pelan-pelan dari ujung kaki hingga ubun-ubunku. Mataku panas, kebingungan ini membuat bulir-bulir air dimataku mendidih, lalu meleleh seperti lilin yang perlahan lumer dijilat api berwarna biru kemerahan. Dan aku masih terperangkap dalam gelap. Didepan sana , diujung cahaya memanjang ini, ada Tuhan. Aku tahu itu. Tuhan sedang menungguku dengan tenang. Kegelapan ini membuatku ingin segera berlari mendekat kepada-Nya,   namun ketakutan mencengkram ke

Dialog

Rasanya ingin melakukan banyak hal mumpung masih ada bnyak waktu. Memangnya kapan waktu nggak ada buat kamu? nanti, saat kesibukan merenggut waktuku. kapan? nanti, biar waktu yang menjawabnya. Iya, tapi kapan? Nanti itu sebuah bilangan waktu yang tak terbilang, bisa besok, bisa tahun depan, atau kapan-kapan. Nanti itu adalah kejutan. Haruskah kujawab kapan tanpa ku tahu pastinya kapan? Aku bukan Tuhan. -ia diam untuk beberapa saat- Kamu harus segera sibuk. Atau paling tidak menyibukkan diri lah.. Bukankah saat ini aku tengah sibuk? Sibuk apa? Sibuk menanti sebuah kesibukan. alah. Kamu seperti orang yang tak punya harapan! Aku punya. Harapan untuk menjadi orang yang diharapkan juga merupakan sebuah harapan bukan? Iya, tapi perlu usaha supaya kamu benar-benar menjadi seperti yang kamu harapkan. Tidakkah kamu bertanya, seperti apa wujud aku yang aku harapkan? Tidak perlu. Paling-paling kamu hanya ingin menjadi orang sibuk dengan kesibukan yang terla

g i l a

Aku merasa cukup puas menjadi kenanganmu. Tersempil kecil disebuah ruang dihati yang kini penuh sesak oleh kebahagiaan baru. Setidaknya, waktu nantinya akan membuatmu ingat lagi padaku, mungkin disaat sepi, atau saat kau rindu aku namun mati-matikan kau tepis itu. Aku rasa tak mengapa. Sangat tak mengapa. Daripada benar-benar tiada karena terlupa, atau sengaja kau buat dirimu lupa. Padaku. Yang selalu megingatmu dalam susah senangku. Sekalipun aku tak pernah menjadi seseorang, melainkan hanya sesuatu untuk kau dapatkan –karena kebetulan saat itu kau adalah seorang yang menyukai tantangan- Tantangan itu berupa aku. Sayangnya aku terlalu lugu untuk segera menjatuhkan hati pada wajah rupawan dan otak brilian yang adalah kamu. Aku hanya untuk kau dapatkan, untuk kau miliki. Dan sejak pertama kamu telah menjadi sesorang yang ku perjuangkan, dan ku sayangi dengan sepenuh hati. Hati ini. Cukup luas untuk menerimamu kembali namun kau lebih memilih pergi. Bagim

Aquatic

Mungkin karena aku adalah makhluk aquatic, yang setiap pergerakan air selalu turut membuatku larut, mencair. Aku selalu menyukai hujan yang turun selepas subuh, hingga pagi pukul delapan. Jika mungkin orang lain merasa tidurnya menjadi lebih lelap karena hujan, aku lebih memilih untuk duduk di tepi jendela, memandang lurus kearah kaca yang buram, menembus keluar.. menari bersama hujan. Menikmati dingin yang menelusup kedalam tiap pori-pori, membiarkan keheningan memelukku diam-diam, dan membuka telinga hanya untuk gemericik air yang berjatuhan.. Karena aku begitu aquatic, yang bahkan suara sungai dapat membuatku betah duduk berlama-lama ditepinya. Seorang diri saja, khusuk mengakrabkan diri pada arus yang terus mengalir kesatu arah, selalu ketempat yang lebih rendah. Kepada arus sungai yang tak pernah bicara itu aku dapat bercerita tentang apa saja. Apa saja yang ada di kepala. Ceritaku takkan membuat sungai menjadi keruh, karena setiap cerita yang meruah dari lubuk hatiku

home sweet home

Sore hari selalu menjadi waktu terfavorit saya setiap harinya. Sepulang dari beraktifitas diluar rumah seharian, saya selalu meluangkan waktu setengah jam sambil menanti datangnya maghrib sekedar duduk-duduk didepan rumah sembari mencecap cangkir yang sarat akan teh beraroma melati yang dicampur dengan gula dan sesendok madu. Kadang sesekali sambil mengobrol dengan tetangga yang baru pulang dari sawah dan kebetulan lewat didepan rumah saya. Membahas hal yang tak begitu penting, namun terasa hangat, sehangat teh yang sangat saya sukai ini. Saya tinggal disebuah Kabupaten bernama Karangasem yang terletak di bagian timur pulau Bali. Diapit oleh pantai dan pegunungan membuat udara dirumah saya menjadi sangat dingin dipagi dan malam hari, namun panas terik disiang hari. Tepat di depan rumah saya, terdapat sawah yang terangkai petak demi petak sampai di kaki gunung. Ohya, Gunung yang terlihat jelas dari depan rumah saya bernama gunung Agung. Mungkin karena ia menjadi satu-satunya Gunun

Kado Terindah

Dua puluh tiga tahun yang lalu, pada tahun 1990 di bulan Mei ayah dan ibu saya lagi-lagi mendapat kado terindah dari Tuhan. Adalah berupa bayi mungil nan lucu juga menggemaskan yang kebetulan merupakan saya sendiri yang kala itu lahir kedunia hehehe..  Saya terlahir dengan sambutan hangat dari kedua orang tua beserta enam kakak saya yang lainnya. Dengan lahirnya saya, maka secara resmi ayah dan ibu memiliki tujuh orang putra dan putri, dan saya adalah bungsu yang beruntung karena terlahir diantara keluarga hebat ini. Inaz, begitulah mereka memanggil saya. Nama kecil yang mulai akrab ditelinga sejak pertama kali saya dapat mendengar dengan jelas. Sebuah nama yang diambil dari nama Ayah, yaitu Nazaruddin, sedangkan nama saya sendiri adalah Nazria. Untuk lengkapnya kalian bisa lihat KTP saya nanti..hahhaha Menjadi bungsu bukan berarti saya tumbuh dengan berlimpah keistimewaan dari keluarga saya, tidak. Kami semua diperlakukan sama. Rata. Adil seadil-adilnya. Baik sulung, maupun kedu

Titik Dua Kurung Buka

Bahkan ketika bulan dimatamu melelehkan darah, aku tak jua terkesan dengan kesedihan barumu itu Sedihmu itu tak lain adalah kesedihan lama yang bersembunyi, dan muncul kembali sewaktu-waktu, merenggut bahagiamu yang mulai jarang nampak olehku Sedihmu telah tua Sedihmu terlalu sering kulihat, hingga ia tak lagi asing Ia seperti saudara kandung yang tiap saat ku jumpai di rumah Hingga aku terbiasa melihatnya ada padamu, merenggut ceria diwajahmu itu Aku mengenal kesedihan itu sebaik aku mengenalmu Aku bahkan mulai akrab dengan kesedihan yang kerap ku usahakan ketiadaannya, Seperti pintamu Kali ini apa lagi yang membuatmu sedih, duhai puan? Katakanlah, aku mendengarkanmu seperti hari yang sudah-sudah Bicaralah, biarkan kesedihan itu bebas mengudara bersama tiap kata yang telah sedari tadi kau pendam itu Aku disini untuk mendengar segala sampah hatimu yang nyaris membusuk itu Barangkali dengan berbicara hatimu menjadi sedikit lebih lega, Dan setidaknya,

Mata Itu...

Aku selalu lupa caranya bersedih, saat kulihat kedua mata itu.. kedua mata yang memancarkan keteduhan dan kelapangan hati yang sangat itu. Kesedihan terasa seperti selintas angin yang hanya sekedar lewat, meremangkan tengkuk beberapa saat dan kemudian pergi berlalu begitu saja, tiap saat kulihat mata itu. Kedua mata itu, mata yang selalu jernih.. Mata yang membuatku leluasa menelusup kedalamnya, membaca sejuta rahasia yang tak pernah sekalipun terungkap dalam rangkai kata demi kata. Mata itu, mata yang bercerita tentang kepedihan yang sudah-sudah, kepedihan yang kerap membasahi keduanya ditiap malam saat kantuk tak lagi ia rasa.. Mata itu, mata yang selalu menatapku dengan penuh kasih, penuh rasa sayang.. Mata yang membuatku merasa aman dan nyaman, meskipun hidup kadang terlihat begitu gelap dan menakutkan untuk kulalui seorang diri. Mata itu selalu siap meneduhkan hatiku, mata yang seolah berkata.. 'anakku yang hebat, tak ada alasan untuk menjadi tak kuat.. Tetaplah berse