Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2013

Piring-Piring Kaca

Ibarat sebuah piring kaca yang retak, aku kini tengah berada diantara setumpukan piring-piring kaca lain yang nyaris sempurna. Kehadiranku tenyata melukai piring diatasku, dibawahku. Dan piring diatasku melukai kedua sisi diatas dan dibawahnya, dan begitu seterusnya. Semua luka itu berawal dariku bukan? Aku tak berdaya untuk memisahkan diri dari tumpukan kesempurnaan itu. Apakah mereka pikir luka ditubuh mereka yang ku beri tak juga melukaiku? Aku tak pernah tau luka siapa yang lebih dalam. Aku tak pernah bisa menerka luka siapa yang lebih sakit dari luka siapa, namun yang ku rasakan jauh melebihi kesakitan dari batas yang mampu kurasakan. Ingin pergi, tapi kemana? Ingin menghilang, memangnya bisa? Pada akhirnya yang dapat ku lakukan hanyalah pasrah. Diam ditempat, tepat diantara tumpukan piring kaca yang nyaris sempurna di atas dan di bawahku. Aku hanya sebuah piring kaca yang retak. Kehadiranku hanya memberi luka. Hanya menggores kesempurnaan piring lainnya. Kepada Sang

Gagal Itu Indah

Kata siapa aku seorang yang gagal? Aku ini adalah seorang yang benar-benar berhasil, berhasil menjadi seorang yang gagal dimata orang lain. Tak apalah, toh mereka yang mematok pencapaian sebagai tolak ukur sebuah keberhasilan, maka   sah-sah saja jika ku sebut diriku ini telah berhasil dalam sebuah pencapaian. Pencapaianku yang masih gagal. Bukankah aku telah berhasil mencapai tahap gagal dalam hidupku? Tak banyak orang berhasil yang tau bahwa dirinya t’lah gagal, dan mereka menjadi lebih gagal karena telah melewatkan kesempatan untuk belajar dari kegagalan mereka tersebut. Kasihan kan? Positive thinking, aku selalu berhasil dalam hal ini. Seperti halnya mereka yang berhasil memberi cap ’gagal’ pada price tag ku, aku dihargai setinggi batasan antara gagal dan berhasil. Dan aku, saat ini tengah berada pada tarif gagal. Tak apalah, aku sudah terbiasa berhasil dengan kegagalan. Lagi-lagi aku menghibur diri dengan sebuah pelajaran. Akh, seperti sedang membodohi diri dengan pujian s

Mencari AKU

Dear, Lita.. Kamu adalah seorang yang sangat ku kenal, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Namun kadang, kamu bisa menjadi seseorang yang sangat sulit dimengerti, sesulit aku berusaha mengerti diriku sendiri. Bolehkah aku sedikit menulis tokoh ’kita’ disini? Tiap pagi ketika mata kita baru saja terbuka, satu pertanyaan yang kita hafal diluar kepala selalu jadi hidangan pembuka bagi hari-hari panjang kita, hari-hari lelah kita: ” Tuhan, untuk apa aku diciptakan ?” Itu kan yang selalu kita pertanyakan? Tentang eksistensi kita. Tentang kepentingan kita didunia ini. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah kita ketahui jawabannya, namun kita masih belum dan tak pernah puas dengannya. Sebuah pertanyaan paling naif sebagai bentuk halus dari cara kita menyalahkan Tuhan karena beberapa ketidak-adilan-Nya pada kita. Iya kan?   Kadang, ah tidak, sering kita merasa Tuhan begitu tak adil dengan bolak-balik memberi kita cobaan. Seolah DIA sangat suka melihat betapa susahnya kita memeras ai

membunuh waktu

aku membunuh waktu dengan memotong kuku menyisir rambut mengusap bedak mengoles gincu menoreh hitam celak menyemprotkan wewangian, mempercantik   aku aku yang beranjak tua bersama waktu waktu yang perlahan ‘kan membunuhku

Puisiku

Seperti gerimis yang selalu datang bersama mendung Puisiku pun datang bersama rindu yang mengepung Bukankah puisi adalah anak-anak hati Yang lahir dari pertemuan jarak dan rindu dalam sekat waktu? Jangan bertanya apapun padaku saat kau jumpai banyak namamu kusebut dalam tiap untai puisiku Bagaimana kau bertanya sedang kau tau betul jawabnya? Lihat dirimu, dan temukan aku yang hilang ditengah puisiku