Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2012

Ini ceritaku, apa ceritamu?

Berawal dari kebencian saya terhadap sayur pare, saya jadi sensitive mendengar segala sesuatu tentang jenis sayuran tersebut. Entah apa dosa pare terhadap saya, kebencian saya terhadap sayur imut tersebut seolah sudah mendarah daging dalam diri saya sejak kecil. Tidak ada alasan mengkhusus mengapa saya begitu menaruh sikap antipati terhadap pare. Mungkin hanya karena rasanya yang sangat pahit dan penampilannya yang kurang menarik minat saya. Lagipula tidak banyak makanan olahan yang dihasilkan dari sayur pare, tidak seperti kebanyakan sayur lain seperti bayam yang juga tidak begitu menarik minat saya, tapi kemudian menjadi cemilan favorit saya ketika penampakannya berubah menjadi keripik, yang lebih tenar dengan nama ’keripik bayam’. Terlepas dari kebencian saya yang mendalam terhadap pare, ternyata diam-diam saya merasa penasaran terhadap sayur tersebut. Apalagi melihat kakak saya sendiri yang sangat menggemari sayur tersebut. Apakah rasa pare yang begitu pahit tersebut sangat w

Sebuah batu untukmu

Aku tak pernah baik, dan takkan pernah ‘terlihat’ baik dimatamu. Bukannya aku suka membantah ucapanmu, hanya kadang otak bebalku tak sejalan dengan argumenmu. Maka yang terjadi adalah penyangkalan ini itu dariku, dan jelas kau tak pernah suka akan hal itu. Sering kau katakan kepalaku ini terbuat dari batu, bukan? Yah..memang benar aku begitu keras kepala dalam beberapa hal. Terutama dengan ketidak-legaaan hati yang selalu kau biarkan mengambang. Ada hal yang tak cukup diendapkan dengan kata ’nanti’, atau ’lihat saja’.  Bukankah segalanya bisa berubah secepat kedipan mata kita?  Lantas kenapa kau selalu begitu percaya diri dengan keyakinanmu yang masih sering goyah diombang-ambing beberapa masalah? Karenanya aku selalu membantah, dan terlihat berkepala batu. Semua kelembutan-wanitaku seolah sirna dimatamu. Tidakkah kau berpikir bagaimana perasaanku ketika kau ucapkan itu dihadapanku? Aku tak ingin menghakimi dirimu seperti ini. Hanya saja  sudah tak ada satupun bahasa kebai

Syukurlah....

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang selalu bersyukur dalam setiap peristiwa yang dialaminya... Coba deh perhatikan cerita orang-orang disekitar kita: “Eh, kemarin si Anu kecelakaan ya.. tangan sama kakinya patah, sukur gak sampe meninggal” ”Rumah Pak Anu habis kemalingan, sukur yang ilang cuma mobilnya, bukan anak gadisnya” ”Nilai UTS gue semester kemaren rata-rata C, semester ini juga..yah sukur lah daripada rata-rata D ” ”Si Anu diputusin pacarnya.. sukur aja belum sampai nikah, kasian kalo nikah dicerai statusnya jadi janda deh..” Dan masih banyak cerita lainnya yang biasa kita dengar sehari-hari dari orang-orang disekeliling kita. Sadar atau tidak, kebiasaan berkata SUKUR itu sendiri sebenarnya sudah terpeta dalam mindset masing-masing orang, sebagai bentuk kehambaan hakiki seorang manusia yang selalu percaya akan adanya pertolongan Tuhan mereka dalam setiap peristiwa. Minimal, ’celoteh iseng’ yang selalu menyertakan kata sukur itu tadi ada

saat hujan

Hujan dan sepi adalah harmony. Aku dan bayangmu menjadi melody. Bisik kerinduan ini adalah lagu, dan jarak menjelma ragu. Jarang bertemu menjadikan langit sendu, hujan dimataku tak kalah pilu. Aku merindukanmu, saat hujan..saat hujan...tiap saat ada hujan.... Karangasem, 25 10 2012

#kata hati

Hujan, terimakasih telah datang disaat yang tepat. Hanya kebetulan saja, hatiku tengah penuh bercak kerinduan yang mengakarat, lekat. Aku butuh kalian untuk sedikit meluruhkannya...

Bertemu Tuhan

Ku temukan Tuhan dalam sujudku. Sujud dipenghujung malam nan lengang. Kiri kanan kudengar dengkur bersahutan dan air mataku meleleh. Kiri kanan kulihat tak ada seorangpun melainkan sepasang malaikat yang mencatat segala gerak yang nampak pada tubuh gemetar dan hati yang bergetar. Malam ini terlalu sunyi.. Malam ini teramat sepi. Tapi Tuhan dengan penuh kasih sayang menemaniku dalam sujud, ruku’, takbir sampai salam. Kemudian mengusap air mataku ketika do’a yang ku rapal mengucur deras dari bibir yang terkatup rapat, mata yang terpejam erat, hatiku yang berkarat. ..... Dunia boleh memelukku dengan sejuta luka, selama Tuhan masih mengusap lembut hatiku dengan cinta-Nya, aku rasa aku akan baik saja. Tuhanku, lindungi aku dari rasa yang tak mampu ku pikul sendiri..

Separuh Mati

Pagi tak pernah meninggalkanku sendiri. Hanya saja hati masih bernafsu melumat tubuh sepi, separuh mati. Harapanku bukanlah embun yang hanya mampir sesaat pada pucuk-pucuk daun, untuk kemudian lenyap menguap ketika matahari kian tinggi. Tidak. Akulah pohon jati! Yang takkan kering meski kemarau mampir terlalu sering. Aku ilalang dan tak liar seperti binatang jalang. Aku langit yang selalu tenang meski mendung selalu membayang. Sedangkan kau? Kau hanyalah bagian dari rencana Tuhan.. yang mungkin sewaktu-waktu akan dihapus dari skenario hidup singkatku. Aku mencitaimu dengan separuh nafasku saja, karena aku masih merasa mampu bertahan dengan separuh nafas yang tersisa (kalau-kalau kau tak lagi ada) Kau hanyalah malam yang datang ketika cakrawala tua tak lagi mampu menelan senja dengan kobar jingganya. Aku mencintai malam, begitupun kecintaanku saat pagi lahir dari rahim ufuk keemasan. Aku membutuhkanmu sama halnya dengan kebutuhanku akan kebebasan. –Aku teng

Itu Aku

seperti gerimis tipis-tipis Pelan namun pasti membuat tanah kebasahan itu rinduku padamu seperti rintik yang ikhlas menghempas dalam kepasrahan itu cintaku padamu seperti detik yang tak pernah bosan berputar, singkat namun terus berulang itu doaku untukmu seperti langit biru ketika pagi, jingga saat senja, dan kelam saat malam yang selalu lebih dari cukup luas untukmu bersandar itu aku.