Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2012

Tentang Hati, Untuk Rizky

Mengimani pemberian sebagai titipan yang tak boleh ditangisi ketika hilang. Pun, mencintai musibah sebagaimana dalamnya kecintaan kita pada segala rupa anugerah yang Dia limpahkan. Apakah menurut-Mu kami sekuat itu, Ya Tuhan? Hati ini penuh misteri. Dan Tuhan? Bagian terkecil yang mana dari kuasa-Nya yang bisa ku mengerti? Aku tak harus mengertinya, cukup mengimani, mengimani dengan hati, dengan hati ini lagi, dengan hati yang penuh misteri ini lagi. Rasa berupa-rupa warna yang membuat manusia mengiba-iba, menghamba. Apakah kami hanya boneka? Rasa ini tak mudah kami mengerti. Rasa ini terlalu ajaib untuk kami pahami. Haruskah kami Kau beri untuk kemudian Kau ambil lagi, baru Kau izinkan kami mengerti sedikit tentang misteri hati kami ini? Kau ambil ayah kami..ibu kami..anak-anak kami, sahabat-sahabat kami.. mereka yang paling kami cintai, namun tak Kau izinkan kami menangis berlama-lama untuk sepotong hati yang turut dibawa serta oleh mereka? Katanya DOSA. Kat

Pinangan

Malam ini aku akan meminang kekasihku. Telah berjam-jam kuhabiskan waktuku hanya untuk mematut diri didepan cermin buram, bercahayakan temaram lampu minyak yang tergantung lemas pada dinding anyaman bambu. Cintaku terlalu kuat untuk dikalahkan kesederhanaan hidupku. Aku tak punya apapun untuk kuberikan padamu. Sekalipun kau takkan pernah kenyang kuberi makan cinta, namun setidaknya cinta ini jua yang akan menopang langkahku untuk mengais butir-demi butir beras untuk kau masak nanti. Aku meminangmu dengan modal keyakinan bahwa dengan menikahimu maka rezeki Tuhan akan terbuka untuk kita. Maka jangan berkecil hati sayang, jangan resah.. Tuhan tak pernah ingkar janji jika IA merasa mampu untuk menyanggupi. . .

Huruf-Huruf

Bagaimana ku ungkapkan rinduku? Bila kata-kata terpasung diantara huruf-huruf dari A sampai Z saja Terbebat ruang geraknya diseputar huruf-huruf itu saja Terpasung diatara A sampai Z itu saja a-k-u  m-e-r-i-n-d-u-k-a-n-m-u ku bisikkan 15 rangkaian huruf itu ke udara lepas agar menghempas pada kedua daun kupingmu merasuk dihatimu dan kau pun tau, aku benar merindukanmu namun tak puas hatiku dengan hanya 15 huruf-huruf itu masih tak lega rasanya rindu ini mengganjal perasanku rinduku lebih dari sekedar 15 huruf dari A sampai Z itu rinduku tak cukup menetas jika hanya dengan secuil rangkaian huruf-huruf itu rindu ini lebih dari itu.. dan kau masih tak tau, tak mau tau.

Terserah

Kalimat   tanya “Beli makan dimana?” selalu berpasangan dengan sesingkat kata ”terserah” dari mereka. Bingung kaki melengang hendak kemana, demi perut yang sedari tadi memberontak kesal minta diisi. Kenapa harus ’terserah’ yang terlontar dari mulut kalian? Bukankah ada banyak tempat disekitar kita, namun kenapa memilih terserah? Aku tak suka tempat itu.. disana tak tersedia panganan beraneka rupa, rasa. Hanya tanda tanya baru dan ketidak-puasan saru ditiap jengkal langkah kaki kita sesudahnya. Kadang aku marah dengan seringnya mendengar kata terserah. Aku kesal namun kalian masih saja bebal. Sering aku ingin berceloteh tentang marahku pada kalian yang membebaniku dengan sebuah keputusan sakral,-hendak dimana kita membeli makan untuk mengganjal perut ini-, namun aku terlalu malas untuk memperpanjang kata terserah itu tadi. Namun waktu membuatku mulai terbiasa dengan terserah itu. Terbukti ketika tiba-tiba rindu ini merasuk begitu saja saat tak ada kalian yang berkata ”terserah” it

Sepertiga Malam

Malam masih menyulam hitamnya pada hamparan permukaan langit diatas sana. Berserak satu, dua, jutaan bintang dengan cahayanya yang temaram. Syahdu, ku lumat perlahan keheningan penghujung malam ini diatas sajadah yang mulai basah oleh anak-anak hati yang merembes melalui pipi. Ini bukan air mata. Ini hanya suara hati yang tertahan oleh keterbatasan kata. Aku tak ingin mengusik syahdu malam ini dengan isak tangis dan keluh kesahku. Ku tahan saja. Dalam diam yang paling diam toh Tuhan selalu mendengar bisik lirih  hamba-hamba-Nya yang mengiba.  Cinta tak perlu dijabarkan dengan kata. Percuma mendebat hati tentang rasa yang takkan pernah ada habisnya. Cintaku pada-Nya adalah doa yang kurapal ditiap hela nafas sejak nama-Nya tertaut dihati, dulu. Tak ada lagi ragu. Cinta ini suci. Cinta ini pamrih. Cinta ini mengharap balasan yang pasti.  Tuhan, Di sepertiga malam ini kujumpai Kau yang tengah membelai lembut hatiku. Tenang merasuk diam-diam dalam jiwa yang telah gerah oleh

Genang Kenangan

Pagi baru saja meleleh Menggenangkan sebaris cahaya terang dibatas cakrawala Dingin hati setelah semalam tadi duguyur air mata pun terselimutinya Hati yang gemetar pun tenang dibuatnya Ombak pagi melarung jauh anganku tentangmu Membawa perahu kertas yang kubuat dari fotomu menjauh, kuharap kan tenggelam dengan sekali terjang gelombang pagi, lagi Kuharap itu lagi dengan diam-diam berharap itu tak terjadi Dengan satu lambaian tangan perahumu berlalu Membawa sebingkis kenangan dimasa lalu, hanya kau dan aku Akankah pagi ini kau benar-benar kan pergi? Atau memang kepergianmu ini hanya untuk kembali lagi? Mungkin nanti? Entahlah. Pagi membiaskan pelangi dari kucuran air mata yang terjerembab Membiaskan harap yang cemas akan datangnya perahumu lagi Sesal merasuk seketika, ’tak seharusnya ku larung perahumu tadi’ bisik hatiku Namun pagi menggenang begitu saja, melarung perahumu dengan sendirinya Aku tak pernah melepasmu untuk pergi, Hanya saja keyak

Hujan Hujan Hujan

Aku jatuh cinta. Pada hujan. Layaknya dua insan yang dimabuk cinta, akupun tak tau harus menjawab apa saat kau tanyakan sebuah alasan mengapa aku mencintai hujan. Bagiku.. hujan adalah kamu. Kamu adalah hujanku. Teduh hatiku saat menatapmu, saat turun hujan pertamamu. Hujan turun dengan wajah bahagia dan sedihku Ada kala kenangan mengantarku pada dongeng kepahitan dimasa lalu, waktu itu Pun suatu ketika hujan merembeskan sebaris kecil senyum pada bibirku Aku seperti tengah melukis pelangiku sendiri Pada permukaan kanvas biru kelabu itu Lewat gumpalan awan abu-abu itu Hujan dan kamu adalah dua hal berbeda namun sama dimataku Selalu aku rindukan ..aku angankan ..aku harap-harap kedatangannya Jika nanti seseorang memintaku berasalan lagi tentang cintaku pada hujan Maka yang akan kusebut adalah namamu Karena kamu dan hujan adalah satu nama yang membuat aku jatuh cinta

Hanya Nama

#1 seperti saat seseorang memutar lagu yang ku suka, letupan prasaan kecil yg sama pun sketika muncul begitu saja ktika seseorang mnyebut namamu.. #2 ada rindu yang sulit dijabarkan disana, pada namamu #3 hanya nama. Namun takkan berakhir dengan hanya, jika itu namamu

Sebut Saja " SETAN" (Nama Sebenarnya)

Sering kita buru-buru menyalahkan setan atas pekerjaan yang kita tunda untuk dikerjakan. Akh, mungkin tak enak rasanya jika aku sebut kita disini. Sebut saja aku. Aku seringkali menunda pekerjaan yang seharusnya bisa kulakukan pada saat itu juga. Dan ketika segalanya sudah menjadi terlambat, setan selalu jadi kambing hitam atas kesalahan yang telah aku lakukan itu. Sepele memang, sekedar berkata ”nanti saja”, ”sebentar lagi”, ungkapan kecil yang siapapun bisa mengatakannya. Sekalipun hanya bisikan halus dalam hati, kesemua itu tetaplah berasal dari diri sendiri. Setan hanya memfasilitasi dengan pembelaan-pembelaan kecilnya yang meletup-letup tanpa aku sadari. Tapi tetap, semua itu berasal dari aku sendiri bukan? Itu baru sekedar menunda pekerjaan. Bagaimana dengan dosa-dosa kecil lainnya? Terlebih dosa besar yang telah dipetakan takarannya sesuai dengan apa yang telah aku lakukan. Lagi-lagi setan menjadi satu-satunya terdakwa atas segala tuduhan Tuhan atas kesalahan yang

Ketika Kamu & Aku menjadi Kita

Aku bisu Hingga tak sepatah kata mampu kuucap Aku tuli yang sekalipun bisik angin tak dapat kudengar Kakiku lumpuh akupun harus terseok-seok menggapai asaku Jemariku rapuh kelu gitarku tak kupetik, teronggok disudut kamar gelapku Nanar ku tatap dirimu tanpa sentuhan, bahasa kiasan dengan diam kau suarakan rindumu dengan lebih diam ku katakan akupun merindukanmu jantungku berdetak berdetak seiring rasa yang tumbuh subur Dihadapmu, ku nyanyikan melody kerinduan yang t'lah lama membusuk di bilik hatiku Bersamamu, ku petik gitar dan alunkan nada-nada yang merongrong imajiku, tentangmu Dan akhirnya kau pun mengerti betapa cintamu menjadikanku sempurna..

Slamat Jalan Kawan

Aku baru saja menyelesaikan bacaanku, ketika tiba-tiba saja bayangmu melintas, tersipu malu. Tampak olehku kau seperti memendam ranumnya kerinduan yang telah dipupuk sang waktu. Jelas terlihat dari pipimu yang merona, merah muda. Inginku akan hadirmu, ringan laksana mendung yang menggantung dilangit abu-abu, namun tajam laksana hujan yang menghunjam ditanah antah berantah. Sekelumit kisah yang ku petik dari kebersamaan kita mengajarkan padaku tentang berharganya waktu bersamamu. Namamu akan selalu hadir dalam catatanku, dan takkan pernah lapuk digerogoti waktu. Sahabat, kau abadi hidup dalam kenanganku. Selamat jalan Arsa............ 16 Juli 2008

Sebuah Isyarat

Isyarat usapan lembut tangan-Mu pada ubun-ubunku melebihi makna jutaan rangkaian kata yang menyerukan semangat agar aku bisa lebih bersabar menghadapi semua ini. Seandainya bukan tangan-Mu yang mengusapku, entah siapa yang akan mengenalkan kesabaran itu padaku. kurasa takkan ada yang bisa, selain DIA.

Andai Bukan Sekedar Mimpi

“Kita belum pernah jalan-jalan berdua kan, Yah? Ayo kita pergi sebentar menghirup udara segar..berdua saja. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu, sekali ini saja..” Kataku memohon sambil mengatupkan kedua telapak tangan didepan dada. Dan Ayah nampak berpikir dengan keras. Beberapa saat berlalu akhirnya Ia memberiku jawaban manis, ”Oke, kita pergi.” Ia pun tersenyum, memandangku dengan kasih, penuh rasa sayang. Dan aku merasa seolah segala beban yang sekian lama menggelayutiku seketika terbang keudara bersama senyumnya. Aku melambung merasa ringan. Aku bahagia sampai-sampai tak dapat kutemukan kata-kata yang tepat untuk mengukirkan betapa aku bahagia, entah mengapa. Hingga tiba-tiba kulihat senyumnya perlahan memudar dan kemudian hilang, tepat disaat kubuka mataku yang t’lah basah oleh tangis ditengah tidurku. Akh, ternyata itu cuma mimpi...... 12 April 2012 01.45pm

Berkaca Pada Peristiwa

3tahun berlalu, masih saja aku terkaget-kaget menyadari betapa jalan hidupku penuh dengan liku-liku tajam yang menjebakku. Siapa sangka kalau semua akan begini jadinya? Tuhan mengusap ubun-ubunku dengan lembut tangan-Nya, meredakan gejolak ambisi yang kerap mendidih di kepala mudaku. Hasrat ingin meraih segalanya menari-nari dengan semangat kepercayaan diri yang sudah sejak lama terpatri dalam diri. Namun aku manusia biasa, ada sekepal kecil kesombongan merasuk dalam garis tegas perjuanganku. Kubiarkan saja, karena menurutku takkan mengapa sedikit menyombong, karena aku merasa bisa. Aku bisa menggenggam dunia dengan telapak taganku. Aku bisa meraih segalanya dengan modal ambisiku. Aku bisa menjadi aku dengan segenap kemampuan yang melekat padaku. Namun ternyata Tuhan yang begitu menyayangiku tak suka melihat anak-anak kesombonganku tumbuh dengan liar dalam hatiku. Satu persatu kepunyaanku yang berharga Ia ambil kembali. Akh, iya.. bukan kepunyaanku, melainkan pinjaman dariNya. D

Pergi Saja

Mantra apa yang kau rapal untuk mengambil hati ini? Begitu kuatnya, sampai-sampai ketika kau pergi aku masih saja mencintaimu dengan sama kuatnya. Kucari mantra serupa untuk menghapus cinta saktimu ini, namun yang kudapat hanya sebingkis airmata duka yang merindukanmu. Pada titian malam kudapati mantramu melemah, satu waktu itu saja, ketika waktu yang begitu lama menjauhkan bayangmu dari hari-hariku, aku merasa merdeka. Bawa pergi saja hati yang kau curi itu, aku sudah tak butuh lagi. Aku rela tak punya hati jika memang hati yang itu tlah kau lumuri dengan darah cintamu. Tak, takkan sudi aku memiliki hati yang seperti itu. Sekali kau pergi, bawa semua yang telah menjadi milikmu. Aku rela hidup tanpa hati, agar nanti saat aku mengenal cinta lagi aku tak perlu lagi merasakan sakit hati. . . .

AKU Adalah.........ANUku

Aku adalah aku. Hasrat, asa, mimpi, marah, bahagia, adalah aku. Kepunyaanku. Mimpi adalah mimpiku. Sekalipun hanya mimpi kosong tentang sekelebat bayang tak berwajah, ia tetaplah mimpiku. Hasrat menggapai pagi yang tak kunjung kuraih, sekalipun pada beribu penghujung malam kutemui hitam, pagi tetap meninggi dari hari ke hari. Menjauhiku. Namun apakah aku menyerah? Belum. Belum saatnya kuletakkan baju zirah dan pedangku. Belum saatnya kugantungkan harapan pada muramnya malam-malamku. Aku merasa masih punya satu pagi lagi esok, hari setelahnya, dan hari-hari setelahnya lagi sampai nyawa pada tubuh renta ini diambil pemiliknya. Nanti. Aku adalah nafsuku. Nafsu untuk menang dari segala belenggu yang memasung aku. Nafsu untuk lepas dari jeratan sisi hitamku. Nafsu yang ingin terbebas dari ke-aku-anku. Sekalipun terkadang aku tak bisa membedakan mana nafsu baik dan nafsu birahiku, aku tetaplah nafsuku. Keduanya mengarahkanku pada kesenangan dan kemerdekaanku. Cukup ak